REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana, menduga kasus penembakan Aipda Polisi (Anumerta) Sukardi di Jakarta, Selasa (10/9) malam bukan merupakan bagian dari kegiatan terorisme, namun bentuk tindak kriminal.
"Kalau kasus penembakan polisi yang terakhir saya kira bukan terorisme, tapi kriminal biasa dan nampaknya memang ada orang yang punya keahlian," katanya di Jakarta, Jumat (13/9).
Menurut Erlangga, kasus penembakan Aipda Polisi (Anumerta) Sukardi mungkin bisa berbeda atau terpisah dari kasus-kasus penembakan sebelumnya. Tapi menurut dia, yang jelas polisi memang rentan untuk menghadapi penyerangan dari berbagai pihak seperti anggota masyarakat, pelaku bisnis atau anggota korps lain yang hubungannya kurang bagus.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, pernah mengatakan penembakan terhadap Aipda Polisi (Anumerta) Sukardi dilakukan kelompok yang ingin menebar teror. "Banyak motif yang kita asumsikan, tetapi tidak ada yang teruji di lapangan. Tidak ada motif lain selain teror," katanya.
Sebelumnya kasus penembakan Aipda Polisi (Anumerta) Sukardi terjadi Selasa malam. Sukardi ditembak ketika tengah mengawal iring-iringan enam kontainer pengangkut baja dan besi saat melintasi Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Berdasarkan rekaman CCTV di depan Gedung KPK terlihat motor korban disalip oleh dua motor di jalur lambat, depan Gedung KPK. Satu motor yang ditumpangi dua orang memotong perjalanan Sukardi dan melepaskan tembakan. Pistol milik korban juga diambil pelaku sebelum pergi dari lokasi kejadian.
Belum tertangkapnya pelaku penembakan tersebut memunculkan kekhawatiran sebagian orang sehingga polisi diharapkan cepat menangani kasus tersebut. "Harus ada penanganan secara cepat. Kalau dibiarkan justru akan berbahaya bagi kepastian hukum. Masyarakat harus berlindung kemana kalau polisi jadi korban," kata Erlangga.