Jumat 13 Sep 2013 12:20 WIB

DK PBB Prihatinkan Kerawanan di Kongo

Peta Kongo
Foto: save-islam.blogspot.com
Peta Kongo

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan (DK) PBB kembali menyampaikan keprihatinannya mengenai situasi di bagian timur Republik Demokratik Kongo (DRC). DK PBB menyerukan penerapan kerangka kerja yang disahkan guna mewujudkan perdamaian di negeri itu.

"Semua anggota Dewan Keamanan kembali menyampaikan keprihatinan mereka mengenai situasi keamanan yang rawan di lapangan," demikian salah satu isi pernyataan yang dibacakan Gary Quinland, Wakil Tetap Australia untuk PBB. Quinland saat ini memangku jabatan Presiden Dewan untuk September.

Setelah mendengarkan penjelasan melalui telekonferensi video dari Mary Robinson, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Wilayah Danau Raya, dan Martin Kobler (Wakil Khusus Sekretaris Jenderal PBB bagi DRC), Dewan memuji kunjungan oleh utusan Uni Afrika, Uni Eropa dan AS ke DRC, Rwanda serta Uganda 3-7 September guna memajukan perdamaian di wilayah tersebut.

Anggota DK mendukung pelaksanaan komitmen bedasarkan Kerangka Kerja Perdamaian, Keamanan dan Kerja Sama bagi DRC dan wilayah  yang disahkan pada Februari di Addis Ababa, Ethiopia. Menurut laporan Xinhua, Jumat (13/9). Kerangka Kerja tersebut mengharuskan DRC memperdalam pembaruan sektor keamanan, termasuk pencegahan kelompok bersenjata merusak kestabilan negara tetangga.

DK menyeru semua penandatangan agar melaksanakan komitmen mereka yang mendasar untuk mencapai keamanan dan perdamaian yang langgeng di DRC Timur serta Wilayah Danau Raya, kata pernyataan tersebut. Anggota DK menunggu pertemuan Mekanisme Pengawasan Regional, yang dijadwalkan diadakan pada 23 September di New York.

Selama setahun belakangan, M23 atau kelompok militer oposisi yang berpusat di DRC Timur, telah bergabung dengan kelompok lain bersenjata dan berulangkali bentrok dengan Pasukan Nasional DRC (FARDC). Pertempuran berkecamuk terus pada Agustus, saat itu menyeret satu kelompok gerilyawan yang berpusat di Uganda.

Menurut data PBB, bentrokan tersebut membuat lebih dari 100.000 orang meninggalkan tempat tinggal mereka, sehingga menambah parah krisis kemanusiaan yang berlangsung di wilayah itu. Sebanyak 2,6 juta orang telah menjadi pengungsi di dalam negeri mereka dan 6,4 juta orang memerlukan bantuan darurat dan pangan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement