Senin 16 Sep 2013 05:42 WIB

Kubu Bima Arya Siap Beber Bukti Faktual Kemenangan

Rep: Indah Wulandari/ Red: A.Syalaby Ichsan
Bima Arya di kediamannya
Foto: USB
Bima Arya di kediamannya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan penghitungan hasil Pemilukada Kota Bogor di tingkat kelurahan menuai ketidakpuasan dari kubu pasangan Bima Arya-Usmar Hariman. Pasangan tersebut pun bakal menggunakan bukti faktual versi hitung cepat  dalam rapat pleno KPU mendatang.

 "Kalau hitungan kami, quick count, dan C1 lebih banyak suaranya, tidak mungkin pasangan lain lebih banyak. Tapi nanti konsep pembuktiannya di KPU. Tidak mungkin C1 dipegang pasangan lain dengan milik kami beda," papar Ketua Harian Komite Pemenangan Pemilu Nasional Partai Amanat Nasional (KPPN PAN) Putra Jaya Husin, Ahad (15/9).

 Versi hitungan Charta Politika Indonesia dan lembaga survei lainnya, Bima Arya-Usmar Hariman mendulang 35 persen suara. Jagoan yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini selisih suaranya hanya terpaut 0,6 persen dari pasangan incumbent Achmad Ru'yat-Aim Halim Permana yang diusung PKS, PPP, dan Hanura.

 "Sebetulnya kalau incumbent berhasil itu harusnya selisih 15-20 persen suaranya. Karena dimana-mana kalau incumbent berhasil kinerjanya, selisihnya jauh. Tapi, kalau selisih sampai setengah persen artinya rakyat ingin perubahan," tegas Putra.

Tak mau berpanjang perkara, tim Putra yang juga melakukan survei internal kini fokus pada proses selanjutnya. Mulai pengawalan surat suara, tabulasi serta penelitian surat suara C1 di PPS, PPK, dan KPU.

 "Jadi kita berikan warning saja ke KPU serta Panwaslu agar benar-benar menjaga netralitas hitung suara yang sebenarnya. Jangan ada manipulasi maupun pemindahan suara. Siapa pun yang menang itu yang dikehendaki warga," ungkap Putra.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Juanda Bogor Dedi Irawan mengatakan, penundaan pleno KPUD Kota Bogor di tingkat kelurahan berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk menaikkan dan menurunkan perolehan suara calon tertentu. Apalagi penundaan dilakukan bukan karena ada situasi darurat atau force majeur.

 “Penundaan ini rawan praktik manipulasi perolehan suara. Ada apa di balik ini? Blank spot ini bisa menimbulkan konflik jika dimanfaatkan pihak tertentu yang mau mengacaukan Pilkada Bogor, karena calon yang didukungnya kalah," ulasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement