REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir, transaksi keuangan tunai dengan nilai mencurigakan cenderung naik saat pemilu dan pilkada. Kenaikannya mencapai 125 persen saat pemilihan berlangsung.
"Meningkatnya cukup tajam, katakan lah 125 persen. Itu dalam periode proses pemilihan, bahkan hasil penelitian kami periode 2005-2012, menengerai ada kecenderungan orang-orang yang sudah terpilih itu masih juga terlapor di PPATK," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di Jakarta, Rabu (18/9).
Karenanya, lanjut dia, PPATK membagi hasil penelitian tersebut dengan lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Termasuk juga meminta masukan dari kaum akademisi. Tujuannya, hasil temuan PPATK bisa menjadi peringatan dan kajian bersama.
Sehingga diharapkan dapat menekan pelaksanaan pemilu baik di daerah mau pun nasional lepas dari transaksi politik uang. Apalagi, dengan sistem proporsional terbuka dan pemilihan langsung semua peserta pemilu akan mengerahkan segala upaya untuk terpilih.
Termasuk dengan melegalkan praktik politik uang kepada pemilih mau pun kepada penyelenggara pemilu. "Kami sampaikan ke KPU dan Bawaslu agar mereka waspadai itu agar bisa dilakukan pengawasan lebih ketat untuk pemilu 2014 dan pilkada," ungkap Agus.
Untuk pileg 2014, PPATK dan Bawaslu telah menandatangani nota kesepahaman untuk melacak rekening caleg dan parpol yang dianggap dan dilaporkan memiliki transaksi tunai mencurigakan. Tetapi pelacakan akan difokuskan pada nama-nama yang sudah terlapor dan ikut dalam proses pileg atau pun pilkada.