REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Sekalipun belum memutuskan tersangka karena hilangnya empat artefak yang dilindungi, pihak kepolisian menemukan sejumlah kejanggalan pasca rekonstruksi mini.
Banyak yang menyangka kasus ini merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang luar. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan, pihaknya akan fokus kepada pemeriksaan orang yang terlibat di Museum Gajah, tempat penyimpanan artefak.
''Hasilnya didapatkan kejanggalan,'' kata dia, Rabu (18/9). Ia melanjutkan, kejanggalan muncul karena tempat membuka lemari (Artefak tersimpan) tidak mengalami kerusakan. Sehingga, polisi berasumsi jika lemari tersebut tidak dibobol.
''Kalau memang itu dibongkar paksa pasti rusak atau bagian lemari ada yang pecah,'' kata dia. Rikwanto melanjutkan, polisi menyimpulkan lemari tersebut memang tidak dikunci atau ada oknum yang membuat kunci duplikat.
Menurut Rikwanto, polisi akan memokuskan pemeriksaan ke pemegang kunci lemari tempat penyimpanan artefak serta sekuriti yang jaga tempat tersebut. ''Hingga kini sudah 45 orang saksi diperiksa,'' kata dia.
Ketika ditanya penjagaan polisi di museum, Rikwanto menjelaskan, polisi tetap dilibatkan dalam penjagaan tersebut, tapi bukan pengamanan di dalam. Ia mengaku tugas polisi lebih kepada pemberian konseling.
Rikwanto pun berjanji polisi akan terus melakukan pengawasan dan pencegahan agar artefak itu tidak dibawa ke luar negeri.
Empat artefak kuno peninggalan Mataram Kuno yang berusia sekitar 1.000 tahun hilang di Museum Nasional, Jakarta. Empat Artefak itu ialah lempengan Naga Mendekam, Bulan Sabit Beraksara, Wadah Bertutup Cepuk, dan Harihara serta semuanya dilapisi emas.