Jumat 20 Sep 2013 14:25 WIB

Pro dan Kontra Miss World 2013 Terus Bergulir

 Mahasiswa berunjuk rasa menentang penyelenggaraan Miss World di Indonesia, Jakarta, Rabu (11/9).   (Republika/Agung Supriyanto)
Mahasiswa berunjuk rasa menentang penyelenggaraan Miss World di Indonesia, Jakarta, Rabu (11/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Penyelenggaraan kontes kecantikan Miss World 2013 terus menuai pro dan kontra.  Ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas menolak  Indonesia menjadi tuan rumah Miss World.

Aksi unjuk rasa menolak penyelenggaraan kontes Miss World pun bergulir deras. Akibat derasnya aksi penolakan terhadap penyelenggaraan Miss World itu, malam final kontes ratu kecantikan itu tak jadi digelar di Bogor, Jawa Barat. Miss Wolrd pun digelar di Bali.

MUI pun mengkritisi kebijakan pemerintah yang memindahkan penyelenggaraan Miss World  ke Bali.  Pemerintah pun  dinilai tidak mendengarkan anjuran MUI. Apa yang rekomendasikan MUI ke pemerintah adalah membatalkan sama sekali penyelenggaran Miss World di Indonesia, bukan melokalisirnya di Bali.

Ketua MUI Pusat Bidang Seni dan Budaya KH Cholil Ridwan mengatakan, sepertinya pemerintah tidak menghargai dan mendengarkan lagi nasihat MUI sebagai mitranya.

"Yang kita sarankan itu membatalkan bukan memindahkan, tapi membatalkannya," ujarnya.

Ada yang kontra namun ada pula yang pro. Jeffrie Geovanie, Board of Advisor CSIS,  justru menyesalkan keputusan pemerintah yang memindahkan acara malam final Miss World dari Bogor ke Bali.

'Sangat disesalkan karena menunjukkan betapa lemahnya pemerintah terhadap tekanan-tekanan dari pihak yang kontra pada acara Miss World,'' ungkap Jeffrie.  Menurut dia, pemerintah seharusnya belajar dari Gubernur Jakarta, Jokowi yang tetap kokoh mempertahankan Lurah yang ditolak hanya karena agamanya bukan agama mayoritas. Jeffrie menilai, setelah 2014 Indonesia membutuhkan  kepemimpinan model kepemimpinan Jokowi di Jakarta.

Fajar Riza Ul Haq, direktur eksekutif Maarif Institute juga menyesalkan cara pemerintah menghadapi polemik penyelenggaraan Miss World.

 ''Jalan keluar yang diambil mencerminkan pemerintah tidak bertanggung jawab terhadap keputusannya sendiri. Padahal pemerintah telah jauh-jauh hari memberikan ijin kegiatan Miss World di Jakarta dan Sentul, Bogor," cetusnya.

Fajar juga menilai ketidaksiapan kepolisian untuk memberikan jaminan keamanan di luar Bali merendahkan wibawa aparat negara. ''Kasus ini menambah bukti bahwa memang pemerintah selalu gagal keluar dari bayang-bayang tekanan ideologis atas nama mayoritas,''  tuturnya.

Terkait polemik ini, Menteri Agama Suryadharma Ali membantah bila sikap pemerintah terpecah atas penyelenggaraan Miss World di Indonesia. Ini mengingat di satu sisi pemerintah memberi izin penyelenggaraan. Namun di sisi lain, juga meminta untuk dibatalkan.

Menurutnya, pemberian izin dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Gubernur Bali. Termasuk prosedur pengamanan dari kepolisian.

Sementara Kementerian Agama meminta penyelenggara mendengarkan saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membatalkan ajang kecantikan ini. "Pemerintah tidak terpecah, tetapi berbicara sesuai dengan porsinya," ujar Menag.

Selaku Menteri Agama, kata dia, pendapat yang perlu didengar atas hal ini adalah MUI. Namun, kementerian yang lain tentu memiliki pandangan yang berbeda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement