REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sinyal pesawat yang melintas di kawasan udara Indonesia paling banyak mengalami gangguan frekuensi radio di Cirebon.
Gangguan frekuensi tersebut tidak hanya berasal dari sinyal radio ilegal tapi juga dari keisengan pihak tak bertanggung jawab membuat rakitan radio komunikasi.
"Power-nya dibesarkan dan bocor karena perangkatnya belum diisertifikasi sama Kominfo," ujar Kepala Pusat Komunikasi dan Kementerian Kominfo, Gatot Dewa Brata.
Hal itu disampaikan dia usai sarasehan kehumasan 'Peran Kehumasan Dalam Menghadapi Perkembangan Teknologi' yang diadakan Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD), Kementerian Perhubungan, di Desa Wisata Taman Mini Indonesia (TMII), Jumat (20/9).
Memang frekuensi radio liar tersebut belum pernah menganggu sinyal penerbangan hingga menimbulkan korban jiwa. Namun Gatot mengimbau kepada masyarakat setempat agar tidak lagi membuat frekuensi radio ilegal karena pilot pesawat membutuhkan konsentrasi tinggi.
"Frekuensi itu belum pernah memutus komunikasi pesawat, tapi tetap saja mengganggu," ucapnya.
Frekuensi radio dapat tiba-tiba masuk ke kokpit dan terjadi selama beberapa detik. Tak jarang pala pilot dapat mendengar suara radio dari darat. "Kadang pilot bisa mendengar musik dangdut yang disetel dari bawah," kata dia.
Meski begitu, para pihak tidak bertanggung jawab secara tidak langsung dipidana. Kominfo lebih memilih membina masyarakat setempat agar mau mengurangi penggunaan frekuensi radio ilegal.
"Dulu waktu 2009 marak terjadi sampai setiap hari. Tapi sejak 2000 sudah agak berkurang," ujar Gatot.
Para maskapai penerbangan sudah menyampaikan komplain ke Kominfo lewat PT Angkasapura. Kominfo pun turut mengawasi gangguan frekuensi radio tersebut lewat Balai Monitoring Kominfo di Bandung. "Tapi mereka seperti kucing-kucingan, kadang ada, kadang hilang," ucapnya.