REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah Amerika Serikat mengalami penurunan pada Jumat (20/9) atau Sabtu (21/9) pagi waktu Indonesia. Hal ini disebabkan oleh aksi ambil untung setelah reli baru-baru ini didukung oleh keputusan tak terduga Federal Reserve untuk mempertahankan program stimulusnya guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober berakhir pada 104,67 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, turun 1,72 dolar AS dari Kamis. Sementara minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman November naik 46 sen menjadi menetap di 109,22 dolar AS per barel di perdagangan London.
Menurut Myrto Sokou, analis riset senior di perusahaan pialang Sucden, ada sebab lain yang turut berperan dalam penurunan harga minyak ini. "Fokus utama telah kembali ke fundamental (penawaran dan permintaan) minyak, terutama karena meningkatnya produksi minyak di Libya," katanya, seperti dilansir AFP.
Para analis mengatakan kembali berproduksinya beberapa ladang minyak Libya dan meredanya ketegangan di Timur Tengah setelah Suriah menyetujui rencana untuk menempatkan gudang senjata kimianya di bawah pengawasan internasional membantu harga lebih rendah. Protes oleh pekerja ladang minyak dan terminal ekspor sejak Juli telah melumpuhkan produksi Libya.
Harga minyak mentah juga diperlemah oleh komentar segar Presiden baru Iran Hassan Rohani yang dilihat sebagai konstruktif ke arah pemulihan hubungan dengan Barat. Spekulasi meningkat bahwa nada baru Teheran dapat menyebabkan pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat.