Sabtu 21 Sep 2013 14:15 WIB

UU Ormas Dinilai Masih Miliki Ambiguitas

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dianggap masih memiliki sisi ambiguitas dalam memberi perlindungan atau membatasi ruang gerak sebuah organisasi kemasyarakatan.

"Memang positifnya akan dapat menjamin hak konstutitusional warga dalam berorganisasi. Namun masih ada ambiguitas karena substansinya bertentangan dengan pasal yang lain," kata pakar hukum dari Universitas Indonesia, Abdul Kholiq dalam Diskusi Publik bertema "Ambiguitas UU Ormas" di Yogyakarta, Sabtu (21/9).

Menurut dia, ditinjau secara umum konsideran Undang-Undang (UU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mempunyai misi melindungi atau menjamin terwujudnya hak-hak dasar warga negara yang memiliki kesamaan aspirasi dan perjuangan terkait kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat melalui Ormas.

Namun, lanjut dia, di sisi lain masih terdapat ketidaksinkronan dalam sifat dan substansi regulasi pasal yang ditetapkan dalam UU tersebut.

Ia melihat ada sejumlah pasal yang lebih mencerminkan semangat kontrol bahkan berpotensi memunculkan intervensi negara terhadap pelaksanaan hak konstitusional warga dalam kebebasan berserikat melalui wadah Ormas tersebut.

Ia mengakui UU tersebut cukup progresif dibandingkan UU tentang Ormas nomor 8 tahun 1985 sebab tidak lagi mutlak mewajibkan adanya asas Pancasila, melainkan memperbolehkan adanya asas yang lain dengan koridor tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Namun persoalannya kemudian siapa yang menentukan bahwa asas Ormas tersebut telah bertentangan atau tidak bertentangan dengan Pancasila," katanya. Sementara itu, kata dia, dalam UU Ormas ketentuan mengenai sejumlah perbuatan yang dilarang dinyatakan hanya bersanksi administratif.

Padahal, dalam ketentuan UU Hukum Pidana beberapa perbuatan itu telah diatur sebagai tindak pidana atau kejahatan yang bersanksi pidana.

"Misalnya dalam Pasal 59 ayat 2 huruf a mengenai pelarangan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan sesungguhnya telah tegas diatur sebagai tindak pidana dalam Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun," katanya.

DPR RI dalam rapat paripurna pada Selasa (2/7) telah mengesahkan RUU Ormas menjadi Undang-Undang melalui mekanisme voting atau pemungutan suara yang mengubah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement