REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan penetapan daftar pemilih tetap (DPT) menimbulkan kekhawatiran terhadap kualitas daftar pemilih pada pemilu 2014 nanti. Apa lagi persoalan DPT diwarnai dengan perbedaan data antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Kementerian Dalam Negeri.
"Agar daftar pemilih yang waktu penetapannya telah diperpanjang ini benar-benar akurat Komisi II DPR harus mengawasi. Jadi pengawasan terhadap pemerintah dan KPU harus ditingkatkan dengan melibatkan pihak lain yang memiliki kecakapan di bidang kependudukan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristanto, Ahad (22/9).
Persoalan yang muncul antara Kemendagri dan KPU, menurut Hasto menunjukkan adanya masalah fundamental terkait daftar pemilih.
DPT, harusnya tidak hanya dilihat sebagai daftar teknis yang sekedar memuat daftar pemilih. Tetapi DPT merupakan cerminan hak rakyat yng berdaulat untuk dijamin hak konstitusinya untuk memilih.
Jika masa perbaikan daftar pemilih tidak diawasi dengan baik, Hasto khawatir masalah DPT seperti pada pemilu 2009 bisa terulang. Kurangnya pengawasan membuat manipulasi terhadap daftar pemilih tidak bisa dielakkan.
"Saat itu secara khusus saya membuat pernyataan di atas meterai bahwa pemilu 2009 sangat tidak demokratis karena diwarnai dengan manipululasi DPT. DPT saat itu dijadikan alat pemenangan untuk mempertahankan kekuasaan", ujar Hasto.
Penetapan (DPT) tingkat kabupaten/ kota disepakati oleh Komisi II DPR bersama dengan pemerintah, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dimundurkan. Sebab, daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) yang telah dihimpun KPU dinilai masih belum akurat.
DPT yang harusnya sudah ditetapkan pada 13 September nanti, disepakati ditetapkan selambat-lambatnya 30 hari sejak 13 September 2013.
Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Agun Gunanjar mengatakan tidak akuratnya daftar pemilih yang disampaikan KPU karena tidak dilaksanakannya penyandingan data oleh KPU dengan Dirjen Dukcapil. Padahal, permintaan penyandingan telah disampaikan sampai tiga kali DPR.
Penyandingan data, menurut Agun, sangat diperlukan agar daftar pemilih tanpa nomor induk kependudukan (NIK) yang diklaim banyak ditemukan KPU dari basis daftar penduduk potensial pemilih (DP4) Kemendagri bisa diluruskan.
Begitu pula dugaan pemerintah yang menilai pemutakhiran yang dilakukan KPU tidak berdasarkan DP4 yang mereka serahkan meski UU pemilu mewajibkannya.