Senin 23 Sep 2013 07:05 WIB

Gerilyawan Al Shabab Juga Bunuh Keponakan Presiden Kenya

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: A.Syalaby Ichsan
Seorang tentara mengevakuasi pengunjung mall Westgate di Nairobi, Kenya, yang diserang gerilyawan pada 21 September.
Foto: EPA/Kabir Dhanji
Seorang tentara mengevakuasi pengunjung mall Westgate di Nairobi, Kenya, yang diserang gerilyawan pada 21 September.

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Sekelompok oknum bersenjata memberondong pusat perbelanjaan terbesar di Nairobi, Kenya, dengan senjata otomatis. Sekelompok militan bersenjata setidaknya menahan 30 sandera.

Dilansir dari the Guardian, Senin (23/9), peristiwa mengejutkan itu menewaskan 68 jiwa dengan 175 orang terluka. Salah satu korbannya adalah keponakan dari Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta.

Uhuru yang kehilangan keponakannya dalam serangan itu berjanji akan menghukum mereka yang menjadi dalang dari insiden itu. "Kenya tidak akan mengalah pada perang melawan teror," ujarnya.

Presiden Barack Obama pada Ahad menyampaikan bela sungkawa dan dukungan AS untuk menggiring pelaku ke pengadilan. Pemerintah AS menyatakan, istri dari salah satu warganya yang bekerja untuk  US Agency for International Development ikut tewas dalam serangan itu, sementara empat warga AS lainnya terluka.

Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan, tiga warga Inggris telah tewas. "Kita harus mempersiapkan diri untuk berita buruk lebih lanjut. Prancis mengatakan dua warga negaranya juga meninggal dan keduanya adalah wanita. Perdana Menteri Kanada, Stephen Harper menyatakan dua warganya meninggal, salah satunya diplomat bernama Annemarie Desloges yang bertugas di Kenya," ujar Cameron.

Sumber-sumber keamanan menyatakan, sedikitnya ada 10 militan yang disebut sebagai gerilyawan Al Shabab. Salah seorang diantaranya adalah wanita. Jumlah total mereka bahkan ada yang mengatakan mencapai 15 orang. Tragedi yang terjadi Sabtu pekan lalu itu membuat lebih dari seribu orang berhamburan keluar gedung.

Juru bicara Kepresidenan Kenya Manoah Esipisu mengonfirmasikan bahwa Kena telah menerima banyak tawaran bantuan dalam operasi anti teror dari berbagai negara, termasuk Inggris dan Israel. "Kami menyambut semua tawaran bantuan, namun sejauh ini, peristiwa ini masih menjadi operasi Kenya," ujarnya.

Serangan ini merupakan yang terburuk sejak yang terparah pernah terjadi 1998 lalu. Sejauh ini pemerintah Kenya menduga peristiwa teror ini adalah perbuatan kelompok militan Somalia, Al-Shabaab.

Para penyerang sejauh ini menolak segala bentuk upaya negosiasi di Kenya. Mereka menuntut Kenya untuk menarik pasukannya dari Somalia yang sudah ikut memerangi militan Islam sejak 2011. 

"Jika Uhuru menginginkan perdamaian dengan kami, dia harus menarik pasukannya dari Somalia," ujar salah seorang juru bicara Al-Shabaab, Abu Musab dilansir dari Reuters.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement