REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Sebuah mortir mendarat di kompleks Kedutaan Besar Rusia di Damaskus pada Ahad (22/9). Kantor berita negara Suriah melaporkan sejauh ini tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.
The Syrian Observatory for Human Rights, sebuah kelompok aktivis berbasis di Inggris mlaporkan bahwa kedutaan besar beberapa negara telah menjadi target serangan roket yang sebelumnya gagal diluncurkan pemberontak. Rusia adalah negara pendukung Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Dilansir dari the Guardian, Senin (23/9), serangan itu terjadi di tengah perselisihan diplomatik lanjutan atas persenjataan biologis dan kimia Suriah. Ini telah menewaskan setidaknya 1.400 orang dan 400 orang di antaranya masih anak-anak.
Pekan lalu, sebuah laporan PBB menegaskan penggunaan sarin, gas saraf mematikan dengan dampak tragis, telah terbukti dalam serangan itu. Rusia menyalahkan pemberontak, sedangkan Amerika dan sekutu Eropa dan Arab menyebutkan pasukan Assad bertanggung jawab untuk itu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, pada Ahad kemarin waktu setempat, Moskow siap untuk mengirim pengamat militer ke Suriah untuk memastikan keamanan bagi upaya penghapusan senjata kimia di Suriah.
Keamanan merupakan tantangan utama dalam rencana pengiriman pengamat militer tersebut. Lainnya adalah berbagai usaha untuk mencegah pencurian senjata di Suriah.