REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr HM Harry Mulya Zein
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memberlakukan jam malam bagi anak-anak. Hal itu menyusul adanya kecelakaan lalulintas yang melibatkan anak artis ternama Ahmad Dhani di jalan tol Jagorawi, beberapa waktu lalu. AQJ yang masih berumur 13 tahun mengendarai mobil pada pukul 24.00 WIB mengalami kecelakaan.
Cukup dipertanyakan memang, mengapa anak-anak yang masih berumur 13 tahun bisa keluar rumah pada tengah malam dan mengendarai mobil yang notabene belum cukup umur.
Patut kita akui, sebagian besar di antara kita sudah lupa cara mendidik anak dalam bingkai Islam. Modernisasi gaya hidup yang berbungkus materialisme membuat sebagian besar umat Islam lupa akan nilai-nilai akhlak dalam mendidik anak.
Hal itu ditambah pengaruh dari tayangan media yang buruk, dan lingkungan yang sudah tergores oleh gaya hidup kebarat-baratan. Hal ini sehingga membutuhkannya peran penting orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Anak adalah titipan Allah SWT, perhiasan hidup dan penerus harapan dan cita-cita orang tuanya.
Anak ibarat kertas putih, yang bisa ditulis dengan tulisan apa saja. Peran orangtua sangatlah vital. Karena melalui orang tualah, anak akan menjadi manusia yang baik atau tidak. Rasulullah SAW, sebagai teladan paripurna, telah memberikan tuntunan bagaimana mendidik dan mempersiapkan anak.
Dan hal yang paling penting adalah keteladanan dalam melakukan hal-hal yang utama. Inilah yang harus dilakukan orangtua. Bukan hanya memerintah dan menyalahkan, tapi yang lebih penting adalah memberikan contoh kongkret. Secara simultan hal itu juga harus ditopang oleh lingkungan, pergaulan, dan masyarakat.
Ditambah kebiasaan buruk orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya, sehingga anak mereka hidup tanpa tuntunan. Biasanya orangtua kerap mengiming-iming materi, dan sering memberikan ketidakadilan pada anak-anak mereka serta memanjakan anak secara berlebihan. Hal inilah yang menjadi permasalahan anak seringkali menjadi nakal, psikologi mental anak menjadi rendah serta membuat anak kehilangan percaya pada dirinya.
Cara ini harus segera kita ubah. Imam Ghazali menegaskan bahwa sesungguhnya anak adalah amanah yang harus dijaga dan dibekali ilmu agama untuk terwujudnya anak-anak yang shalih dan shalihah.
Bagaimana caranya? Setidaknya terdapat empat point yang bisa dilakukan. Pertama, memberikan pendidikan anak dalam bahasan pendidikan agama, terutama ‘aqidah yang akan menjadi pondasi ke-Islamannya.
Perhatikan bagaimana perkataan Luqman kepada anaknya, yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ‘Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kezhaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13)
Kedua, membiasakan agar mendidik anak-anak untuk berakhlak baik dan menasihatinya ketika melakukan kesalahan. Karena akhlak mulia menjadi pemberat timbagan pada hari Kiamat nanti, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi, artinya: “Tidak ada sesuatupun yang paling berat dalam timbangan seorang Mukmin pada hari Kiamat nanti daripada akhlak mulia.”(Hadis diriwayatkan At-Tirmidzi.
Ketiga, hendaknya mengajarkan adab dan etika kepada anak. Orang-orang shalih terdahulu telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap adab Islami. Simak saja perkataan seorang Salaf kepada anaknya ini. “Wahai anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.”
Keempat, hendaknya orangtua menyertakan anak-anak dalam beribadah seperti shalat, bukan hanya sekedar memerintahkannya saja. Karena pendidikan anak akan lebih berhasil manakala setiap inderanya diberdayakan.
Jadi, orang tua tidak hanya memberdayakan indera pendengaran anak saja untuk memerintahnya melakukan ini dan itu, tapi orang tua juga perlu memberdayakan indera penglihatannya untuk mencontoh sikap dan perilaku baik dari orang tua.