Senin 23 Sep 2013 13:37 WIB

Aturan Konvensi Demokrat Berpotensi Langgar UU Tipikor

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Didi Irawadi Syamsudin
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Didi Irawadi Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komite konvensi capres Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, tidak akan merubah aturan yang terkait bantuan sumbangan untuk peserta. Menurutnya para peserta konvensi yang berada dalam posisi sebagai pejabat negara cukup bersikap transparan bila menerima bantuan sumbangan. 

"Harus transparan sesuai undang-undang yang ada. Diumumkan ke publik. Akuntabilitasnya dijamin," kata Didi di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (22/9).

Ia menambahkan, sumbangan merupakan hal yang wajar, meski pun diberikan kepada pejabat negara. Karena undang-undang sudah mengatur soal kategorisasi besaran sumbangan yang bisa dianggap sebagai gratifikasi. "Saya lupa batasannya berapa tapi coba dibaca kembali undang-undangnya," ujarnya.

Larangan bagi peserta konvensi menerima sumbangan bisa jadi akan merugikan calon pemimpin potensial. Ini karena Didi hanya pemimpin yang memiliki modal uang besar saja yang bisa menyosialisasikan diri ke masyarakat. "Kalau dia (capres) bagus ada orang menyumbang masa dipermasalahkan. Nanti kalau dilarang yang diuntungkan hanya mereka yang punya duit," katanya.

Apalagi, lanjutnya, tidak semua sumbangan yang diterima peserta konvensi perlu dilaporkan ke KPK. Dia menegaskan selama sumbangan yang diterima tidak menyalahi aturan hal itu sah-sah saja. "Sejauh tidak melanggar dan sesuai undang-undang mereka tidak perlu melapor ke KPK," ujar anggota Komisi bidang Hukum tersebut.

Republika mencoba memeriksa soal aturan gratifikasi yang termaktub dalam UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana disarankan Didi.

Dalam Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor dijelaskan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri mau pun luar negeri dan yang dilakukan dengan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Selanjutnya dalam Pasal 12C ayat (1) UU Tipikor dijelaskan gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifiksi melaporkan kepada KPK. Pelaporan tersebut berdasarkan Pasal 12C ayat (2) UU Tipikor mesti dilakukan paling lambat 30 hari sejak tanggal gratifikasi diterima.

Undang-undang di atas secara gamblang menjelaskan, gratifikasi tidak menyangkut besaran sumbangan yang diterima pejabat negara sebagaimana dikatakan Didi. Selain itu pernyataan Didi bahwa pejabat negara yang menerima sumbangan dalam batasan tertentu tidak perlu melapor ke ke KPK juga keliru.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement