REPUBLIKA.CO.ID, BERN -- Warga di selatan Swiss, Ticino memilih memberlakukan larangan pakaian yang menutup seluruh muka (burka), mengikuti langkah yang dilakukan Prancis dan Belgia. Hampir dua pertiga pemilih yang berbicara Italia mendukung larangan tersebut.
Larangan burqa akan berlaku setelah disetujui parlemen federal di Bern. Giorgio Ghringhelli yang mengajukan rencana larangan burqa mengatakan hasil pemilihan tersebut akan mengirimkan pesan kepada fundamentalis Islam yang ada di Ticino dan seluruh Swiss.
"Mereka yang ingin berintigrasi disambut terlepas dari agama mereka," ujarnya dalam pertanyaan yang dilansir Aljazirah edisi Senin (23/9).
Amnesty International mengatakan pemilihan itu merupakan hari gelap untuk hak asasi manusia di Ticino. Ada sekitar 400 ribu warga Muslim di Swiss, sekitar lima persen dari populasi. Pada 2009, pemilih mendukung larangan yang dibuat partai terbesar di Swiss, Partai Rakyat Swiss (SVP). Akan tetapi upaya awal larangan burqa secara nasional ditolak parlemen Swiss pada 2012.
Majelis kewilayahan di Basel, Bern, Schwyz, Solothurn, dan Fribourg juga menolak pembatasan serupa. Prancis merupakan negara pertama di Eropa yang melarang cadar yang menutupi seluruh muka di publik pada 2010. Kebijakan itu juga diambil Belgia. Jajak pendapat di Ticino dilakukan di bawah tradisi demokrasi langsung Swiss yang mengizinkan proposal diajukan ke publik jika mendapatkan tandatangan yang cukup.