ANKARA -- Perancang busana asal Turki, Gul Agis dituding mencatut desain budaya tradisional masyarakat Kepulauan Pasifik dalam koleksinya di event pagelaran busana terkenal di Inggris - London Fashion Week baru-baru ini.
Busana rancangan Gul Agis bertajuk ‘Gaya Warga Adat” yang menjadi sorotan itu disebutkan terinspirasi oleh khasanah kebudayaan Turki dan protes massal baru-baru ini di Istambul. Sejumlah busana rancangannya memang didasarkan pada gaya Kerajaan Ottoman dan Turki, namun sebagian lainnya mempertunjukan aksen kuat dari desain Suku Maori di Kepulauan Pasifik.
Aroha Mead, Direktur Program Bisnis Maori Business di Universitas Wellington Victoria kepada Pacific Beat mengatakan busana koleksi Gul Agis mencuri kebudayaan Suku Maori. "Kita memang sering terinspirasi dengan keindahan kebudayaan dari negara lain, tapi ada perbedaan besar antara terinspirasi dengan secara terang-terangan mencuri desain kebudaya suku tertentu.”
Untungnya rancangan Pasifik itu tidak dilindungi oleh Hak Karya Cipta Intelektual, karenanya perancang internasional boleh menggunakan desain itu tanpa ijin.
"Anda bisa membuktikan dengan jelas desain itu milik masyarakat Pasifik, sudah banyak hasil karya menggunakan desain seperti itu yang jika ditelusuri penciptanya adalah seniman atau warga dari masyarakat Pasifik.” Tegasnya.
Brand Nike minta maaf
Merk produk olahraga dunia, NIKE baru-baru ini juga terlibat dalam kontroversi serupa menyusul koleksi stoking bergaris untuk wanita terbarunya yang mendekati pola desain tato warga Suku Samoa yang sebenarnya hanya boleh digunakan oleh kepala pemimpin suku laki-laki di Samoa.
Koleksi itu memicu protes luas masyarakat Pasifik di seluruh dunia di media sosial serta menerbitkan petisi protes global.
Warga Samoa sudah sering kali menghadapi kasus eksploitasi kebudayaannya oleh pihak lain, namun kerap berhasil menarik kembali pengakuan desain budayanya.
Perdana Menteri Samoa, Tuilaepa Sailele Malielegaoi kepada Surat Kabar Savali mengatakan desaian yang kerap dicuri itu adalah kekayaan budaya warga Samoa. Itu merupakan warisan dan budaya milik bangsa Samoa yang harus dilindungi.
"Budaya itu tidak seharusnya dieksploitasi untuk tujuan komersil tapi kasusnya selalu seperti itu. Terlebih lagi kita tidak mendapatkan apapun dari Nike.”
Menyusul protes ini Nike sudah melakukan permohonan maaf terbuka kepada masyarakat Pasifik sedunia dengan menyatakan koleksi mereka terinspirasi oleh grafik tato warga Samoa dan tidak bermaksud tidak peka atau menantang kebudayaan tertentu.
Perdana Menteri Kepulauan Samoa sejak itu menginstruksikan Kementrian Perdagangan dan Industrnya untuk melakukan upaya guna melindungi desain tradisional kebudayaan warga Samoa.
Selain Nike, perancang busana asal New York, Nanette Lepore, juga meminta maaf lewat akun facebooknya atas sejumlah koleksi bajunya yang memperkenalkan motif dari Suku Kesakesa di Kepulauan Fiji.
Permintaan maaf ini juga dilakukan setelah masyarakat Kepulauan Fiji diseluruh dunia memprotes merek dagang busana itu di laman Facebooknya.
Meski sudah sering kali masyarakat Kepulauan Pasifik mengajukan protes seperti ini, namun hal tersebut tampaknya tidak juga mendorong para perancang internasional untuk lebih dulu menyelidiki latar belakang budaya sebuah desain yang akan mereka gunakan.
"Nanette Lepore menggunakan motif suku di Kepulauan Fiji dan tampaknya tidak mau peduli untuk tahu dari kebudayaan mana motif itu berasal sebelum akhirnya melabeli koleksinya sebagai ‘Motif Aztec” ,” tutur Mead prihatin.
Warga Samoa di seluruh dunia kecewa setelah mengetahui pola tato tradisional suku mereka dieksploitasi namun mereka jauh lebih marah terkait fakta kalau makna dibalik simbol kebudayaan mereka itu tidak dihormati.
Didalam Industri kreatif ada kesalahpahaman umum yang menilai ekspresi budaya tradisional adalah domain publik.
Organisasi Kepemilikan Intelektual Dunia, saat ini tengah bernegosiasi untuk merancang konvensi karya cipta intelektual dan sumber daya genetik yang mencakup di dalamnya ilmu pengetahuan tradisional dan cerita rakyat.