Selasa 24 Sep 2013 19:39 WIB

Warga dari 10 Negara Terlibat Serangan Mal di Kenya

Rep: Nur Aini/ Red: Djibril Muhammad
Pasukan Kenya menyerbu Mall yang diduduki oleh kelompok bersenjata Somalia
Foto: CNN
Pasukan Kenya menyerbu Mall yang diduduki oleh kelompok bersenjata Somalia

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kelompok al-Shabab asal Somalia mengklaim bertanggung jawab atas serangan di mal di Kenya yang menewaskan 62 orang. Anggota kelompok tersebut dilaporkan berasal dari 10 negara yang berbeda termasuk AS, Inggris, dan Rusia.

Kepala Militer Kenya, Jenderal Julius Karangi mengatakan warga asing yang terlibat dalam serangan berasal dari banyak negara. "Kami sudah tahu siapa mereka, negara mereka. Kami melawan teroris global di sini," ujarnya dikutip the Independent, edisi Senin (23/9) waktu setempat.

Al-Shabab mengungkapkan tidak hanya Somalia yang melakukan serangan. Dalam akun twitter organisasi tersebut dikatakan penyerang berasal dari AS, Inggris, Kanada, Swedia, Suriah, Finlandia, Rusia, Dagestan, Kenya, serta Somalia.

Selain penyerang, korban juga berasal dari 10 negara. Empat dari mereka merupakan warga Inggris, diantaranya Ross Langdon yang memegang kewarganegaraan ganda Australia dan rekannya Elif Yaviz yang akan melahirkan dalam waktu beberapa pekan.

Mereka yang jadi sandera dan gagal membuktikan bahwa mereka adalah Muslim dipilih untuk dieksekusi. Dua warga Inggris termasuk di antara mereka yang melakukan pembunuhan.

Menurut al-Shabab mereka adalah Liban Adam (23 tahun) dan Ahmed Nasir Shirdoon (24 tahun). Keduanya berasal dari London.

Badan Keamanan menolak untuk mengkonfirmasi identitas mereka akan tetapi mereka mengatakan tidak heran jika warga Inggris terlibat.

Pada tiga tahun lalu, kepala MI5, Sir Jonathan Evanas memperingatkan ekstrimis Muslim dari Inggris semakin beralih dari Pakistan ke Somalia untuk menerima pelatihan.

"Ini hanya soal waktu sebelum kita melihat terorisme di jalanan yang terinsipirasi dari mereka yang saat ini berperang bersama al-Shabab," ujar Sir Jonathan.

Pada saat itu, 100 pemegang paspor Inggris diperkirakan berada di Somalia. Jumalh itu diyakini tumbuh tiga kali lipat bersama dengan orang lain dari Eropa dan Amerika yang bergabung dalam jihad. Tren itu berlanjut meskipun baru-baru ini mereka beralih ke Suriah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement