REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon saat membuka temu puncak tahunan Majelis Umum menyerukan negara besar menghentikan pengiriman senjata kepada semua pihak di Suriah.
"Saya menyeru semua negara berhenti 'mengompori' pertumpahan darah itu dan mengakhiri arus senjata kepada semua pihak," kata Ban kepada pada pemimpin dunia, Selasa (24/9).
Ban juga menyerukan Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan pemberontak, termasuk semua yang ada di ruangan pertemuan. "Kemenangan secara ketentaraan adalah khayalan. Satu-satunya jawaban adalah penyelesaian secara politik," ujarnya.
Seruan Ban itu mucul saat Amerika Serikat (AS) dan Rusia tawar-menawar atas bahasa dalam resolusi Dewan Keamanan untuk mencapai kesepakatan agar Bashar menyerahkan senjata kimia.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS John Kerry dijadwalkan bertemu dengan timpalannya dari Rusia, Sergei Lavrov, pada malam harinya. Rusia adalah pendukung utama Bashar, sementara pemberontak mendapat dukungan dari negara Barat dan kerajaan Arab Sunni.
Diplomat utama Rusia mengatakan bahwa resolusi itu akan meliputi pasal Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memungkinkan penggunaan kekuatan atau hukuman.
Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Senin menyerukan upaya lebih banyak guna memungkinkan jalan kemanusiaan untuk menyelamatkan ribuan anak-anak, sementara penderitaan warga terjebak kemelut di Suriah makin parah.
Saat para pemimpin dunia berkumpul untuk menghadiri Sidang ke-68 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di markas badan dunia itu di New York, UNICEF memperingatkan kemelut berlanjut berarti anak-anak terus terputus dari bantuan, yang sangat diperlukan, termasuk vaksinasi, air minum aman, tempat berteduh, pendidikan dan dukungan kejiwaan.
"Sebagian daerah terkepung berbulan-bulan, sehingga banyak keluarga berjuang untuk tetap hidup," kata Direktur Pelaksana UNICEF Anthony Lake.