REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Komite Hukum Ikhwanul Muslimin (IM) menolak putusan pengadilan Mesir yang menonaktifkan semua organisasi berafiliasi kepada Ikhwannul Muslimin. IM menegaskan larangan tersebut tidak sesuai dengan hukum dan prosedur hukum.
"Putusan itu dikeluarkan oleh pengadilan di luar yurisdiksinya dan tidak mengikuti prosedur hukum yang tepat dan tidak menghadirkan kedua belah pihak yang bersengketa di pengadilan,” kata pernyataan komite hukum dalam rilis resmi pada Selasa (24/9) yang diterima Mi’raj News Agency.
"Selain itu, perkara tersebut tidak sah karena tidak didasarkan pada hukum,'' sebut pernyataan itu. ''Putusan ini dianggap suatu pengelakan administrasi pengadilan berwenang untuk mengadili hal ini."
Komite Hukum juga mengatakan pembicaraan tuduhan kekerasan dan terorisme yang masih dalam penyelidikan itu disalahartikan dan dan tidak dapat diterima. Komite mencatat hal ini dimunculkan dalam rangka pengucilan politik Ikhwanul Muslimin".
Komite lebih lanjut menggarisbawahi pelarangan Asosiasi Ikhwanul Muslimin menunjukkan kemunduran serius di Mesir.
"Semua orang berbicara tentang pentingnya 'melegalkan' status Ikhwanul Muslimin. Kemudian, hanya beberapa bulan mendaftar, dihapuskan. kita melihat hal ini penghinaan secara ilegal oleh penguasa tidak sah," tutup pernyataan tersebut.
Pada 23 September, pengadilan Mesir mengumumkan pelarangan organisasi terbesar di Mesir itu dengan tuduhan telah berkolaborasi dan melakukan tindakan terorisme.
Di samping membekukan aset petinggi Ikhwan, pemerintah juga menangkapi mereka dan juga anggota yang berafiliasi dengannya.
Menurut laporan Ikhwan, ada sekitar 50 ribu anggota IM yang kini ditahan militer Mesir termasuk ketua Partai Keadilan Dan Kebebasan Ikhwan, Muhamad Badie, dan dua wakilnya.