REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para petani produsen kacang kedelai di dalam negeri menilai harga beli petani (HBP) untuk kedelai yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 7.000 per kilogram (kg) terlalu rendah. Harga itu membuat para petani produsen kedelai tidak memiliki gairah untuk menanam.
Salah satu petani kedelai asal Nganjuk, Jawa Timur, Saikhu menilai pemerintah seharusnya memberdayakan petani. Dia menegaskan jaminan harga beli petani untuk kedelai mutlak diperlukan untuk meningkatkan minat petani menanam kedelai.
“Sekarang petani lebih banyak menanam jagung daripada kedelai karena harganya lebih bagus. Harga tanaman kedelai tidak menjanjikan,” ujarnya saat diskusi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Jakarta, Rabu (25/9).
Ia mengaku bahkan mengalami kerugian saat menanam kedelai. Dia menjelaskan, biaya produksi kedelai di Nganjuk seharusnya Rp 7.150 per kg. Jika hanya dihargai Rp 7.00 per kg, otomatis petani kedelai menderita kerugian. Ujung-ujungnya petani jadi malas untuk menanam kedelai.
“Untuk menyejahterakan petani, seharusnya harga kedelai adalah 1,5 kali dari harga beras atau sekitar Rp 10 ribu per kg,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama petani produsen kedelai dalam negeri dari Blitar, Jawa Timur, Sukito mengatakan, para petani kini beralih menanam tebu akibat rendahnya harga beli kedelai.
Sementara Mujianto, petani kedelai lain, mengaku mengalami pailit akibat harga beli kedelai yang rendah. Dari 150 hektare lahan kedelai yang dia miliki, lahan yang masih digunakan hanya 5-10 persen.
Dia beralasan petani kedelai tidak mendapat jaminan keuntungan. Ia mengusulkan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menghidupkan kembali kedelai lokal dan melindungi petani, termasuk dalam jaminan harga kedelai. Pemerintah, imbuhnya, mesti memberi subsidi kepada para petani kedelai agar kembali bergairah menanam makanan untuk bahan baku tempe dan tahu itu.