REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sejarawan UI Abdurakhman mendesak masyarakat untuk tidak melepaskan kewaspadaan terhadap bahaya laten PKI yang pada tahun 1965 melakukan pemberontakan yang lebih dikenal sebagai peristiwa G 30 S/PKI.
"PKI itu bahaya laten. Tidak akan pernah berhenti sampai mencapai tujuan," kata Abdurakhman kepada Antara yang menghubunginya dari Jakarta, Sabtu.
G 30 S / PKI atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia merupakan gerakan yang didalangi PKI untuk mengubah dasar negara Pancasila menjadi Komunis. Oleh karena itu pula tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Peristiwa G 30 S / PKI tersebut mengakibatkan enam perwira tinggi dan dua perwira menengah TNI AD serta seorang perwira pertama gugur. Putri terkecil Jenderal A H Nasution yaitu Ade Irma Suriani Nasution juga turut menjadi korban.
Kesembilan perwira tersebut antara lain, Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen Anumerta S. Parman, Letjen Anumerta Suprapto, Letjen Anumerta M.T Haryono, Mayor Jendral Anumerta Donald Isac Panjaitan, Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siwomiharjo, Kapten Piere Andreas Tendean, Brigjen Anumerta Katamso Dharmokusumo dan Kolonel Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto.
Sekalipun telah berlangsung 48 tahun yang lalu, masih ada beberapa pihak yang meragukan peran PKI di balik peristiwa tersebut. Di beberapa buku pelajaran peristiwa tersebut juga disebut dengan peristiwa G 30 S, tanpa embel-embel PKI.
Berbeda dengan pihak yang meragukan peran PKI dibalik peristiwa tersebut, Abdurakhman tetap meyakini adanya keterlibatan PKI.
"Itu keterlibatan PKI jelas. Memang ada yang melihat peristiwa tersebut dari sisi lain tapi saya melihatnya seperti akademis lain. Akademis melihat itu jelas PKI." katanya.
Pembelajaran
Menurut Abdurakhman, peristiwa sejarah merupakan bagian dari proses pembelajaran, demikian pula dengan peristiwa G 30 S/PKI. Menurut dia, yang terpenting bukan peringatan akan peristiwa tersebut namun proses pembelajaran apa yang dapat diambil dari peristiwa tersebut.
"Di balik G 30 S/PKI ada pembelajaran apa sih. Hari Kesaktian Pancasila, apa yang ada di balik itu," katanya.Menurut dia, perlu adanya kebijakan yang tepat soal proses pembelajaran tersebut, misalnya melalui penyuluhan dan pendidikan.
Menurut dia, masyarakat juga perlu bijak melihat peristiwa tersebut, baik orang yang terlibat serta keturuannya anggota PKI. Menurut dia, masih ada beberapa orang yang sinis melihat keturunan PKI, namun jangan sampai hal tersebut justru membuat keturunan PKI kehilangan haknya.
Menurut dia, masyarakat harus menanamkan nilai-nilai Pancasila untuk menyikapi peristiwa tersebut."Kalau Pancasila kan benda mati. Yang diperlukan itu nilai Pancasila yang tertanam di diri. Kalau nggak tertanam percuma," katanya.