REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia menawarkan kepada Suriah ide untuk menyelenggarakan proses secara informal bagi pihak-pihak yang bertikai di Suriah.
Sementara itu, Amerika Serikat menanyakan kesiapan Indonesia untuk mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian ke Suriah untuk mengamankan proses perlucutan senjata kimia.
Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di New York, Jumat, ide itu dimunculkan karena masih macetnya proses penentuan penyelenggaraan konferensi Jenewa II untuk membahas upaya perdamaian di Suriah.
Proses informal, ujarnya, akan memungkinkan pihak-pihak yang bertikai, yaitu pemerintah dan kelompok-kelompok oposisi untuk membangun rasa saling percaya sehingga kebuntuan pembicaraan damai bisa berakhir.
"Kita ingin kedepankan upaya yang sifatnya informal... Jadi proses untuk menciptakan saling percaya karena hal itu saat ini kan tidak ada," kata Marty usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem di Markas Besar PBB, New York.
"Mereka saling membunuh, saling merusak dan untuk dikumpulkan di forum yang sangat formal di Jenewa II, dua-duanya sulit, tidak mau berada di satu ruangan," tambahnya.
Kedua menteri luar negeri itu bertemu selama sekira 30 menit, yang antara lain diisi dengan membahas upaya membuka peluang baru di tengah kebuntuan.
"Pertanyaan kami kepada beliau (Menlu Suriah, red) adalah apakah terbuka tentang pemikiran terhadap proses yang sifatnya lebih informal sehingga berbagai pihak di Suriah bisa lebih mengetahui posisi masing-masing bagai apa yang menjadi tujuan, maksud, dan seterusnya," ujar Marty.
Menlu Walid Muallem usai pertemuan itu mengatakan sangat menghargai ide dan inisiatif seperti yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Kami selalu terbuka lebar bagi Indonesia. Para ahli Anda, rakyat Anda dipersilakan datang ke Suriah datang seperti layaknya rumah kedua," kata Muallem.