REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengungkapkan hasil surveinya dari 193 pemerintah daerah (pemda) di sembilan provinsi di Indonesia, ternyata masih banyak yang masih miskin dalam memberikan informasi anggarannya.
Hal ini dapat mengancam potensi kerugian keuangan daerah semakin besar karena lemahnya pengawasan publik.
"Pada 2011, hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan 2.135 kasus kerugian daerah senilai lebih dari Rp 1,2 triliun di seluruh pemerintah daerah," kata Koordinator Advokasi Fitra, M Maulana, dalam jumpa pers di Jakarta, Ahad (29/9).
Masih miskinnya informasi anggaran yang dilakukan pemda-pemda di Indonesia, Maulana memaparkan adanya beberapa kondisi yang menyebabkannya. Saat ini mayoritas pemda masih menganggap tabu terkait publikasi informasi anggaran.
Hal ini terlihat dari minimnya pemda yang mempublikasikan dokumen-dokumen anggaran melalui website. Pemda yang mempublikasikan informasi anggarannya masih di bawah 25 persen dari seluruh pemda di Indonesia.
Sebab lainnya karena informasi anggaran tidak dipublikasikan secara rutin tiap tahunnya. Sebagian besar pemda hanya mempublikasikan anggarannya pada tahun-tahun tertentu. Selain itu, sejumlah pemda juga mash pilah-pilih dokumen anggaran yang dipublikasikannya.
"Misalnya Perda APBD yang telah ditetapkan lebih terbuka dibandingkan rancangannya. APBD Perubahan lebih tertutup dibandingkan dengan APBD murni," katanya menjelaskan.
Padahal publikasi informasi anggaran di Pemda merupakan kewajiban berdasarkan instruksi Kemendagri pada 2012 tentang peningkatan transparansi pengelolaan anggaran daerah.
Dalam peraturan itu, Pemda diwajibkan untuk mempublikasikan 12 dokumen anggaran dalam satu kanal atau menu khusus, di antaranya Perda APBD serta rancangan dan perubahannya.
Maka itu, Fitra mendorong DPRD tingkat daerah untuk mendesak pemda untuk mempublikasikan informasi anggarannya. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga harus memberikan sanksi kepada daerah-daerah yang miskin dalam memberikan informasi terkait anggarannya.
"Punishment (sanksi atau hukuman) ini dapat diberikan dengan memberikan disinsentif seperti pengurangan nilai anggaran," kata Maulana menegaskan.