REPUBLIKA.CO.ID, PEKAN BARU--Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menilai organisasi nonpemerintah (NGO) seperti Greenpeace dan Wildlife Fund for Nature (WWF) "bersahabat" dengan industri pertambangan di tanah air dibanding industri kertas.
"Kalau negara asing yang ambil mining (pertambangan) yang kurang bagus bagi hutan, tapi ternyata Greenpeace dan WWF tidak ributkan. Aneh sekali dengan keberadaan NGO yang 'bersahabat' dengan mining," ujar Wakil Ketua Umum APKI, Rusli Tan yang dihubungi dari Pekanbaru, Senin (30/9).
Dia juga mempertanyakan kenapa NGO lebih bersahabat dengan industri pertambangan di Indonesia, seperti keberadaan perusahaan asal Amerika Serikat yang beroperasi di Papua yakni PT Freeport Indonesia yang memproduksi emas dan tembaga.
Sementara NGO memusuhi industri pulp dan kertas Indonesia berbasis hutan tanaman industri, padahal, imbuhnya, industri terus memperbaiki diri seperti. Apalagi Kementerian Perdagangan segera mewajibkan produk ekspor kehutanan berbekal Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
"Baik minyak sawit mentah (CPO) dan industri kertas adalah dua produk yang ramah lingkungan serta menjadi andalan ekspor Indonesia yang memberikan devisa bagi Negara. Kedua komoditas tersebut mampu bersaing dalam jangka pajang," katanya.