Rabu 02 Oct 2013 19:09 WIB

Mahkamah Agung Australia Hargai Hak Asasi Aborogin

Red:
Warga Aborigin
Warga Aborigin

REPUBLIKA.CO.ID, --Mahkamah Agung menetapkan terobosan hukum baru dalam menangani tindak pidana yang melibatkan warga pribumi Australia.

Mahkamah Agung menetapkan kerugian atau kesulitan  yang disebabkan oleh warisan adat yang dihadapi warga pribumi harus dipertimbangkan dalam menetapkan sanksi hukum bagi warga pribumi yang melakukan tindak pidana.

Keputusan ini berasal dari permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum dari William Bugmy (31), warga Wilcannia NSW yang dihukum karena menyerang penjaga didalam  penjara Broken Hill pada tahun 2011 lalu. Bugmy meminta Mahkamah Agung mempertimbangkan prinsip-prinsip pengakuan terhadap kerugian yang dialami pribumi Australia dalam menjatuhkan sanksi hukum.

Bugmy, yang sudah keluar masuk penjara sejak berusia 13 tahun ini, mengajukan pengurangan hukuman atas serangan yang dia lakukan karena serangan itu dilatarbelakangi sejumlah kerugian atau situasi tidak mengungtungkan yang dialaminya sebagai warga pribumi dalam jangka waktu yang panjang.

Pengadilan Tindak Pidana NSW mengakui prinsip yang dikenal dengan sebutan Prinsip Fernando, yakni prinsip yang  memperhitungkan latar belakang budaya dan kondisi sosial pelaku kejahatan yang berasal dari kalangan pribumi Aborigin. Namun Pengadilan tinggi NSW menolak keputusan banding tersebut.

Hakim pengadilan tinggi menyatakan Prinsip Fernando akan berkurang seiring dengan waktu, dan secara khusus bagi pelaku kriminal yang berulang kali melakukan kejahatan, akan diberikan tambahan sanksi hukum berupa tambahan masa kurungan selama 1,5  tahun.

Namun keputusan ini dibatalkan oleh Mahkamah Agung, sebaliknya MA menetapkan kalau catatan kejahatan jangka panjang justru tidak mengurangi kerugian atau kondisi kemalangan yang dialami warga Aborigin – yang terkadang menjadi dasar pelaku melakukan kasus kejahatan.

Mahkamah Agung mendengarkan alasan Bugmy kalau ia dibesarkan didalam rumah dimana penyalahgunaan alkohol sudah menjadi hal yang  biasa. Bugmy juga pernah menyaksikan ayahnya menusuk ibunya sebanyak 15 kali.

Felicity Graham dari Lembaga Bantuan Hukum warga Aborigin NSW mengatakan Bugmy mengalami serangkaian ketidakberuntungan atau kerugian sepanjang hidupnya.

"Dia adalah laki-laki berusia 31 tahun, tapi sebagian besar usia dewasanya dan bahkan sejak berusia 12 tahun dia sudah di kurung baik itu di rumah tahanan khusus anak-anak maupun penjara dewasa," katanya.

"Dia tidak pernah melewatkan ulang tahunnya di masyarakat. Dia mengalami masalah dengan kejiwaannya, dia adalah penderita kerugian sosial ekonomi yang kini banyak  dialami warga di Wilcannia – lantaran keterbatasan pendidikan, karenanya dia tidak bisa baca tulis."

Graham mengatakan keputusan Mahkamah Agung ini akan sangat diperhatikan pelaksanaannya oleh kuasa hukum warga pribumi di seluruh Australia.

Ia juga menilai keputusan ini bisa menekan jumlah warga pribumi Australia yang dipenjarakan.

"Mahkamah Agung memerintahkan pengadilan untuk benar-benar memperhatikan faktor latar belakang terkait kerugian sosial dan kondisi warga pribumi Aborigin pelaku kejahatan. Sehingga keputusan yang dihasilkan akan berpengaruh terhadap tren banyaknya jumlah warga Aborigin  yang diadili dalam sistem pengadilan tindak pidana di Australia.

Bibi Bugmy, Julie yang datang dari Canberra untuk menghadiri persidangan keponakannya ini mengatakan kepada ABC kalau ia berharap pengurangan hukuman yang diterima keponakannya bisa menjadi preseden baik.

"Hasil pengadilan ini saya harap juga akan berlaku bagi warga pribumi Aborigin lain di Australia," katanya.

"Karena ini bukan cuma masalah jalan hidup William dank arena dia tinggal di Wilcannia. Tapi dialami oleh banyak warga Aborigin lainnya. Kerugian yang dialami warga Aborigin mencakup kesehatan, pekerjaan, pengangguran!

Sebelumnya warga Aborigin lain dari Australia Barat, Ernest Munda,  pernah mengajukan permohonan serupa, namun tidak berhasil. Karena Mahkamah Agung menemukan hukuman asli yakni lima tahun penjara, tidak memadai.

Munda, yang dihukum membunuh isterinya di Fitzroy Crossing di Australia Barat hukumannya bahkan ditambah menjadi 8 tahun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement