REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oposisi menekan Pemerintah Australia akibat kebijakan 'konyol' untuk menghentikan kapal imigran gelap atau program ''Stop The Boat''. Karena, Perdana Menteri Australia, Tony Abbot terpaksa menarik kembali berbagai ucapan yang selama ini ia lontarkan ketika mengunjungi Indonesia.
Tony Abbott melakukan perjalanan internasional pertama dia dengan mengunjungi Indonesia. Ia sebelumnya memenangkan pemilu bulan lalu dengan mengangkat isu imigran gelap dan ''Stop The Boat'' sebagai bahan kampanye. Kebijakan itu, dikutip dari South China Morning Post, mengembalikan para imigran gelap ke Indonesia dan membeli kapal penangkap ikan yang digunakan untuk menyeberang.
Selain itu yang lebih parah adalah Pemerintah Australia siap membayar penduduk desa yang bersedia jadi informan. Namun Abbott tampak goyah untuk mencapaikan poin tersebut ketika bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Abbott, ketika berada di Indonesia, menegaskan tak pernah mengatakan akan menderek kapal itu kembali ke Indonesia. Australia, tutur dia, hanya berusaha mengubah arah kapal tersebut jika memungkinkan.
Sedangkan rencana pembelian kapal, menurut dia, hanya sebuah ungkapan. Artinya adalah sejumlah dana yang bisa digunakan staf pemerintah Indonesia untuk bekerja sama secara kooperatif dengan mitra Australia. ''Yang penting adalah tidak memulai perkelahian, namun menyelesaikannya,'' tutur Abbot dikutip dari Al Jazeera, Rabu (2/10).
Pemimpin sementara Partai Buruh, Chris Bowen, mengkritik ucapan Abbott yang sungguh berbeda dengan apa yang ia katakan ketika berkampanye. Bahkan hal ini menunjukkan kebijakan itu hanya untuk merebut hati para pendukung Partai Buruh dan tak dijalankan ketika mereka memerintah. Ia bahkan mengatakan kini Abbott terpaksa berbalik arah dengan kencang akibat kebijakan tersebut.
Kini, ungkap dia, Abbot pun mulai menyadari bahwa hal tersebut adalah kebijakan konyol. Hanya saja yang lebih memalukan, masyarakat Australia mengetahui hal tersebut dari Indonesia bahwa kebijakan itu tak tepat. Pemerintahan Abbot juga di bawah tekanan karena membatasi pemberitaan terkait pengungsi dalam rapat mingguan. Begitu juga ketika salah satu kapal tenggelam yang menewaskan sedikitnya 39 orang.