REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Setara Institute Hendari mengharapkan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi semestinya menjadi momentum untuk mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim MK.
"Apalagi perlahan tapi sistematis, MK sedang mengalami erosi atau pengikisan integritas dan kewibawaan akibat pola rekrutmen hakim yang tidak transparan dan akuntabel serta standar kenegarawanan yang 'absurd'," katanya di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan tidak pernah dibenarkan dalam demokrasi konstitusional hadir lembaga negara yang "super body" atau memiliki supremasi yang lebih dan tanpa kontrol.
Ia menambahkan desain kelembagaan MK yang tanpa pengawasan memang salah satu bentuk anomali demokrasi konstitusional yang mensyaratkan adanya ruang kontrol dan keseimbangan antara satu lembaga dengan lembaga yang lain.
"Karena itu kehadiran KY dengan kewenangan pengawasan terhadap hakim konstitusi semestinya dipandang sebagai bentuk perwujudan 'check and balances'," katanya.
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (IWC) Emerson F Yuntho menyatakan penangkapan hakim AM oleh Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan malapetaka konstitusi di tanah air. "Sekaligus juga melengkapi fakta bahwa korupsi telah terjadi di semua lembaga negara," katanya di Jakarta, Kamis.
Ia juga meminta kepada KPK harus menelusuri dugaan suap yang melibatkan AM yang juga Ketua MK pada kasus-kasus yang lainnya. Bahkan, kata dia, diduga bukan kali ini saja AM terlibat dalam suap saat menjabat sebagai Ketua MK.
Ia juga menyoroti perlunya ditinjau ulang atas masuknya sejumlah politisi di beberapa lembaga negara. "Perlu ditinjau ulang masuknya sejumlah politisi. Kami sendiri sudah menegaskan jangan pilih politisi di MK apalagi sebagai ketua MK," katanya.
Kendati demikian, ia mengharapkan agar MK tetap bisa bekerja seperti biasanya sekaligus melakukan upaya pembenahan khususnya memperkuat pengawasan di MK.