SYDNEY -- Pihak Gereja Katolik Sydney mencoba membuat kesepakatan dengan pihak Kepolisian Negara Bagian New South Wales (NSW) untuk menutupi informasi dalam penyelidikan kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oknum pastor. Menurut catatan polisi, setidaknya dua kali pihak Gereja berusaha membuat MoU dengan polisi mengenai tata cara menangani laporan pelecehan seksual dan fisik.
Demikian hasil investigasi program TV Lateline, ABC. Laporan investigasi ini didasarkan atas terungkapnya data polisi, setelah anggota parlemen dari Partai Hijau David Shoebridge, mengajukan permintaan dokumen kepada pihak kepolisian NSW berdasarkan Undang-undang Kebebasan Informasi.
Dalam salah satu draft kesepakatan itu, disebutkan bahwa pihak Gereja bisa menolak memberikan data-data stafnya kepada polisi. Meskipun polisi mengatakan MoU itu tidak pernah ditandatangani, namun seorang staf senior Gereja membenarkan kesepakatan ini sudah dijalankan.
Kesepakatan pertama, yang belum ditandatangani, memuat klausul yang berbunyi, "Pengurus Gereja harus membuka laporan penyelidikan dan data terkait lainnya menyangkut Tertuduh hanya jika diperintahkan oleh pengadilan".
Menurut pengacara Geoffrey Watson SC, kesepakatan semacam itu bisa menempatkan polisi sebagai pelanggar Undang-undang Kriminal. "Jika Anda mengetahui suatu tindakan kejahatan, Anda harus menyampaikannya kepada polisi," katanya.
Kepolisian NSW membantah dengan mengatakan MoU ini tidak pernah ditandatangani dan tidak pernah dijalankan.
Namun Michael Salmon, seorang pengurus senior Gereja Katolik NSW mengatakan, kesepakatan itu sudah dijalankan dan pihak Gereja dan polisi sepakat atas draft MoU pertama tersebut. "Kami menerapkan isi kesepakatan ini. Yang kami tahu, polisi sudah menyetujuinya," katanya.
Dalam pernyataan resminya, polisi NSW mengatakan, "Pihak Gereja terus bekerja sama dengan polisi, namun kerja sama ini dijalankan tanpa perlindungan sebagaimana yang dikatakan dalam MoU, karena perlindungan semacam itu tidak valid mengingat Pasal 316 UU Kriminal".
Menurut data polisi yang diperoleh melalui UU Kebebasan Informasi, terjadi komunikasi antara Gereja dan polisi terkait MoU.
Pada Juni 2003 Michael McDonald dari Gereja menulis, "Dengan ini saya minta konfirmasi bahwa MoU yang belum ditandatangani itu masih tetap berlaku".
Pihak Gereja tidak bersedia menjelaskan mengapa McDonald menulis seperti itu ke polisi. Namun, Kim McKay, petugas polisi di bagian perlindungan anak membalas surat McDonald tersebut. "Harap dicatat bahwa draft MoU yang belum ditandatangani itu belum diapprove oleh pihak Kepolisian NSW, dan isi kesepakatan itu belum diberlakukan".
Video: CEO of Truth, Justice and Healing Council says MOUs raise serious questions (Lateline)
Sebelum adanya surat McKay itu, pihak Gereja beranggapan bahwa isi kesepakatan telah berlaku.
Menurut Shoebridge, ia penasaran kira-kira sudah berapa banyak kasus pelecehan seksual yang ditutupi gara-gara isi MoU tersebut.
"Mungkin sudah ratusan, bahkan lebih, kasus pelecehan seksual yang ditutupi dalam kerangka MoU ini, diproses dengan cara tidak membela korban, tidak membantu polisi dalam mengungkap kejahatan, tapi justru untuk melindungi nama baik Gereja," katanya.
Setelah adanya surat McKay, pihak Gereja dan Kepolisian NSW kembali melakukan negosiasi untuk membuat MoU baru.
Draft MoU kedua ini, tertanggal Agustus 2004, mencakup klausul yang berbunyi: "Gereja Katolik atau pihak lainnya harus membuka laporan penyelidikan dan data terkait lainnya tentang Tertuduh hanya jika diizinkan secara tertulis oleh Terlapor atau jika diperintahkan oleh pengadilan".
Menurut Shoebridge, draft kedua ini bahkan lebih parah daripada yang pertama. "Gereja ingin memberi hak veto kepada pastor yang dituduh melakukan pelecehan seksual, apakah Tertuduh bersedia memberi informasi kepada polisi atau tidak," kata anggota perlemen NSW dari Partai Hijau ini.
Draft kedua ini ternyata disiapkan oleh pihak Kepolisian NSW. Namun jurubicara polisi mengatakan, ini tidak pernah dipertimbangkan sebagai dokumen yang yang bisa diberlakukan.