REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Kewenangan Mahkamah Konstitusi menyelesaikan sengketa pilkada dinilai perlu dikaji kembali.
"Semua sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) sekarang ini kan di sana (ditangani MK, red.). Tidak bisa dibayangkan dalam satu tahun saja ada berapa kali pilkada," kata pakar hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang, Nyoman Sarikat Putrajaya, di Semarang, Jumat (4/10).
Ia menanggapi tertangkap tangan dan penetapan Ketua MK Akil Mochtar sebagai tersangka atas dugaan suap terkait sengketa dua pilkada, yakni Kabupaten Gunung Mas dan Lebak.
Sengketa pilkada dulu pernah ditangani Mahkamah Agung, tetapi kemudian dialihkan ke MK melalui Undang-Undang Nomor 12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Undip itu, tugas MK tak hanya besar tetapi juga banyak mengingat MK juga menguji produk perundang-undangan sehingga beban tugas lembaga tersebut memang sangat banyak.
"Bahkan, ada UU yang begitu keluar, belum sampai dilaksanakan, sudah diajukan 'judicial review'. Karena itu, kewenangan MK untuk menangani sengketa pilkada baiknya perlu dipertimbangkan lagi, dikaji ulah," katanya.
"Saya tidak apriori dengan penanganan pilkada yang ditangani MK sepanjang hakim-hakim konstitusi menjalankan tugasnya dengan integritas, kejujuran, dan profesional. Ini kan soal beban tugas MK," katanya.