REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat politik dari Universitas Bengkulu Lamhir Syam Sinaga berpendapat seluruh hakim Mahkamah Konstitusi harus diganti untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga itu.
"Karena kalau kasus Akil Mochtar ini tidak diselesaikan secara serius dan tegas, bisa memicu kekacauan nasional," katanya di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan tidak hanya mengganti hakim, tapi nama lembaga itu juga perlu diganti.
Pemilihan hakim yang baru, menurutnya, tidak lagi diserahkan kepada DPR, tapi diserahkan langsung kepada masyarakat dengan mekanisme tertentu.
"Bisa dilakukan dengan membentuk tim adhoc dimana anggota tim ini mewakili seluruh region di Tanah Air," ujarnya. Selain itu, hakim MK juga dapat dipilih melalui pendekatan region sesuai wilayah di Indonesia dengan sistem plebisit.
Plebisit adalah pemungutan suara yang dilakukan pada seluruh populasi suatu negara untuk menyikapi proposal atau kebijakan tertentu. Region Sumatra, menurutnya, dapat mewakili dua orang yakni wilayah Sumatra bagian Utara dan Sumatra bagian Selatan.
Pulau Jawa juga dapat dibagi menjadi dua wakil yakni dari Jawa bagian Timur yang mencakup hingga Bali dan Jawa bagian Barat.
"Kalimantan juga bisa mewakilkan dua angggota, Sulawesi dan Papua masing-masing seorang anggota, dan wilayah Nusa Tenggara seorang hakim," ujarnya.
Ia mengatakan keberadaan sembilan hakim yang berada di MK harus dipastikan bersih sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum itu kembali seperti semula.
Jika tidak, kata dia, secara politik bisa menimbulkan kekacauan. Seperti contoh kasus dugaan suap memenangkan pasangan tertentu di salah satu kabupaten di Provinsi Banten itu.
"Massa pendukung calon kepala daerah yang kalah bisa marah dan bibit-bibit seperti ini yang bisa menimbulkan kekacauan nasioal," katanya.
Apalagi Akil Mochtar banyak menangani sengketa pemilihan umum daerah, termasuk dari Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu.
Saat itu, kata dia, penasehat hukum pasangan calon kepala daerah yang memenangkan suara terbanyak sudah melontarkan dugaan suap yang terhadap majelis hakim.
"Memang Dirwan Mahmud yang memenangkan pemilu Kabupaten Bengkulu Selatan tidak bisa lagi menjadi bupati, karena sudah ada keputusan hukum tetap, tapi pialang atau calo dalam praktek suap saat itu bisa diusut," katanya.