REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi hakim Mahkamah Konstitusi.
Presiden Yudhoyono menyampaikan hal itu di Kantor Presiden, Jakarta, Sabtu, seusai melakukan pertemuan dengan para pemimpin lembaga negara sebelum bertolak ke Bali untuk menghadiri KTT APEC.
"Saya Presiden berencana mempersiapkan Perpu untuk saya ajukan ke DPR RI, yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan mekanisme seleksi dan pemilihan hakim MK. Ini penting," kata Presiden.
Presiden menjelaskan, sesuai dengan semangat yang ada dalam UUD 1945 maka materi atau substansi Perpu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak yaitu Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.
"Karena dalam UUD 1945 sebenarnya yang diberikan kewenangan untuk menetapkan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi adalah Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung," katanya.
Oleh karena itu, menurut Presiden, jika negeri ini ingin mengatur dan menata Mahkamah Konstitusi dalam sebuah Perpu yang nantinya diharapkan menjadi Undang-Undang maka tiga pihak itulah yang bertanggung jawab menyusun sebuah aturan yang paling tepat.
Pada kesempatan itu Presiden Yudhoyono juga menyampaikan harapannya agar apabila nantinya Perpu itu diberlakukan tidak kemudian dengan mudah dilakukan "judicial review" (praktik pengujian Undang-Undang) di Mahkamah Konstitusi untuk dibatalkan atau digugurkan.
"Saya berharap apabila Perpu ini diberlakukan tidak mudah kemudian dijudivial review di MK sendiri kemudian dibatalkan atau di gugurkan. Kalau itu yang terjadi, tidak akan pernah ada yang bisa dilakukan untuk melakukan koreksi perbaikan," katanya.
Lebih lanjut Presiden mengaku jika rakyat merasa kalau banyak pemilihan atau penunjukan seseorang guna mengisi jabatan-jabatan tertentu dipengaruhi oleh kepentingan politik.
"Sangat berbahaya kalau ini lantas berpengaruh kepada tugas mereka karena bersikap politis...sebagaimana tugas yang dijalankan oleh para hakim MK atau pejabat yang lain," katanya.
Pertemuan antara Presiden dan pimpinan lembaga negara itu dilakukan pascapenangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan terlibat dalam kasus korupsi.