REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Romli Atmasasmita melihat ada kerancuan dalam surat dakwaan mantan presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.
Dalam surat dakwaan yang dibuat KPK, ada kerancuan tentang posisi Luthfi karena disebut sebagai Presiden PKS yang berupaya memengaruhi Menteri Pertanian, Suswono untuk mengubah kuota impor daging sapi. Menurutnya, tidak ada ketentuan dalam UU Pemberantasan Korupsi tentang memperdagangkan pengaruh. Selain itu, unsur memperdagangkan pengaruh yang ditudukan kepada Luthfi sebenarnya belum diatur dalam pasal-pasar di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Karenanya, kasus suap dalam pengurusan kuota impor daging sapi yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK dinilai lemah dari sisi korupsi.
"Jadi kalau kasus Luthfi itu trading influences, di mana nyambungnya? Kalau Luthfi dapat uang dari Fathanah, itu pun paling jauh kena gratifikasi," ulas Romli dalam sebuah diskusi bertema 'Mengkritisi Kasus Suap Impor Sapi' yang digelar di JW Luwansa Hotel Jakarta, Sabtu (5/10).
Romli mengatakan, kasus suap dalam UU Tipikor selalu menyangkut penyelenggara negara. Namun, Luthfi dalam surat dakwaan justru disebut sebagai Presiden PKS. Padahal, pihak yang bisa membuat kebijakan tentang kuota impor daging sapi adalah Mentan. Namun, Suswono sudah menyatakan tidak ada perubahan kuota impor termasuk untuk PT Indoguna Utama.
"Pertanyaannya sampai atau tidak (uang suap) ke Mentan? Trading influences belum diatur. Kecuali memang ada bukti bahwa uang itu untuk mempengaruhi kebijakan," lanjutnya.
Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum di Kementerian Hukum dan HAM itu juga menilai, sebenarnya jerat korupsi untuk Ahmad Fathanah juga lemah. Sebab, Fathanah hanya sebagai perantara. Romli menegaskan, perantara tidak diatur dalam Konvensi PBB Tentang Antikorupsi (United Nations Convention against Corruption/UNCAC). Meski Indonesia sudah meratifikasi UNCAC, namun pasal jual beli pengaruh maupun peran perantara juga tidak ada diatur dalam UU Tipikor.
"Kasus Luthfi nggak masuk soal trading influences. Ini perluasan pasal 55 ayat (1) ke KUHP (perbuatan turut serta, red)," tegas Romli.
Ketika ditanya terkait dakwaan tentang pencucian uang, Romli berkata harus ada pembuktian kejahatan korupsinya terlebih dulu, baru digunakan pasal pencucian uangnya. "Saya sependapat dengan Andi Hamzah (pakar hukum pidana). Bagaimana mau cuci baju kalau bajunya saja belum ada?" kata Romli membuat perumpamaan.
Karenanya ia mengaku heran dengan langkah KPK yang cekatan menjerat Luthfi setelah menangkap Fathanah. "Memang ada kecerobohan KPK yang biasanya hati-hati, kenapa terburu-buru?" katanya mengakhiri.