REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Saat ini sekitar 80 persen guru TK (Taman Kanak-Kanak) di Indonesia belum berpendidikan sarjana (S1). Padahal ketentuan dari guru Asia Pasifik tahun 2020 seluruh guru TK harus S1.
Hal itu dikemukakan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDI), Prof Lydia Freyani Hawadi, pada acara Gebyar PAUD dan Pengukuhuan GKR Hemas sebagai Ibu PAUD di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Senin (7/10).
Ketentuan minimal guru TK harus sarjana, kata dia, karena pada anak-anak harus diajarkan cara berpikir yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dia mengakui dana dari APBN untuk PAUDI belum memadai. Karena itu harus dibantu oleh APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota.
Sementara itu, GKR Hemas mengatakan, banyak guru PAUD yang masih kurang dalam "pengetahuan khusus" yang berkaitan dengan pendidikan usia dini. Apalagi banyak guru PAUD yang merupakan ibu rumah tangga sehingga tidak mempunyai pengetahuan tentang psikologi anak, kognitif anak maupun perilaku anak dalam masa pertumbuhan.
''Persepsi keliru di masyarakat bahwa mengahar anak usia dini itu mudah, seringkali menjadi penyebab banyak guru PAUD yang kurang memenuhi kualifikasi untuk mengajar,''kata dia. Karena itu menjadi wacana bagi pemerintah bahwa Guru PAUD harus mempunyai sertifikasi pendidikan guru atau minimal sarjana.
Menurutnya, perlu standarisasi yang jelas untuk pendidikan guru. Jangan sampai ada guru mengajar anak dengan paham yang tidak jelas dan ini perlu diwaspadai. Di samping itu, dia menambahkan, pemerintah harus mendanai gaji guru PAUD agar ada tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. ''Jangan hanya mengimbau guru TK harus S1 tetapi tidak ada persiapan anggaran,''ujarnya.
Di bagian lain Prof Lydia mengatakan di DIY semua dusun sudah ada PAUD. Bahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD di DIY tertinggi di Indonesia, yakni 97,8 persen, sedangkan secara nasional baru 34 persen. Kalau dilihat APK per kabupaten/kota di DIY adalah di Kabupaten Bantul 98,70 persen, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman masing-masing 98,30 persen, Kabupaten Gunungkidul 97,70 persen dan Kabupaten Kulonprogo 95,97 persen.