REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Drama penghentian sementara kegiatan Pemerintah Amerika Serikat memasuki babak baru. Presiden AS, Barack Obama yang berasal dari Partai Demokrat perang kata-kata dengan Ketua DPR, John Boehner yang berkarier di Partai Republik.
John Boehner naik pintam setelah Obama menegaskan takkan bernegosiasi dengan Kongres. Padahal, negara saat ini dalam kondisi berhenti bekerja dan sedang dalam ancaman tak mampu membayar hutang (default).
Boehner menyatakan pekan lalu, Presiden Obama turun ke lantai bawah Gedung Putih hanya untuk mengingatkannya. Pemerintah, ucap Boehner, mengulang kata Obama, tidak akan melakukan negosiasi hanya untuk meningkatkan batas utang negara.
Ia pun menyatakan ucapan Presiden Obama sangat menyakitkan, khususnya untuk ekonomi negara. Obama juga seakan-akan menempatkan negara dalam risiko.
Boehner kemudian menyoroti komentar dua penasihat ekonomi Gedung Putih, termasuk Direktur Dewan Ekonomi Nasional, Gene Sperling. Gene Senin (7/10) kemarin mengatakan, Obama takkan menegosiasikan segala hal di bawah ancaman. Khususnya dalam menegosiasikan kebijakan berdasarkan demokrasi AS.
"Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan presiden lebih memilih default dibandingkan duduk bersama dan bernegosiasi," tuturnya dikutip dari CNN (Blog), Selasa (8/10).
Ia pun kemudian kembali melontarkan kalimat, sekarang rakyat AS mengharapkan sesuatu yang berbeda. Karena dalam kondisi krisis, rakyat tentu mengharapkan Presiden mereka duduk dan berdialog sebelum ekonomi negara berada dalam kondisi lebih parah.
Sebelumnya, saat berbicara di FEMA, Obama mengulangi kata-kata ia takkan bernegosiasi di bawah todongan pistol. Ia pun mengatakan takkan bernegosiasi di bawah ancaman shutdown yang berkepanjangan.
Sampai Partai Republik mendapatkan yang mereka inginkan. Obama bahkan tak yakin dengan kata-kata Boehner, tak cukup suara untuk meluluskan anggaran belanja bagi pemerintah. "Saya curiga bahwa sebenarnya cukup ada suara...namun (mereka) tak ingin shutdown selesai..," ucapnya dikutip dari CNN.