REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ina Salma Febriany
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali". (Qs. Al- Baqarah: 126)
Pengabadian doa Nabi Ibrahim dalam petikan surah Al-Baqarah 126 di atas mengingatkan kita pada satu peristiwa bersejarah yang semuanya tertera sempurna dalam surah kedua dalam Al-Quran. Doa Nabi Ibrahim as yang kemudian diabadikan oleh Allah Swt ini bukanlah tiada maksud. Pengorbanan, kesabaran, keikhlasan Nabi yang diberi julukan ‘Khalilullah- kekasih Allah’ ini sungguh luar biasa.
Napak tilas dari kisah Nabi Ibrahim yang meninggalkan istrinya, Siti Hajar dan anaknya Ismail atas perintah Allah sudah merupakan rahasiaNya bahwa kelak di kota itulah seluruh penduduk muslim yang berdiam di bumi untuk menyucikan asma-Nya. Tak hanya itu, air zam-zam yang memancar hingga detik ini, juga merupakan potret pengorbanan seorang ibu berjiwa mulia demi sang putra tercinta, Ismail as.
Cobaan tak berhenti disitu. Allah masih ‘senang’ menguji kesabaran Nabi Ibrahim as dengan menganugerahkannya mimpi untuk menyembelih putra kandung kesayangannya sendiri. Tak tega? Itulah yang pasti dirasakan semua orangtua tatkala mendapatkan perintah untuk mengurbankan anaknya sendiri. Tapi dengan segala keshalihan dan ketaatan atas perintah Allah, Nabi Ismail tegar. Ia membenarkan mimpi ayahnya, hingga Allah mengetahui bahwa pasangan ayah dan anak ini adalah dua sosok penyabar dan Dia mengganti seekor kambing kibas sebagai buah ketaatan mereka.
Dua peristiwa bersejarah yang terjadi ribuan tahun lalu, dengan runut diungkap oleh Al-Quran dan tak lain salah satunya ialah surah yang telah tersebut di atas. Betapa seorang Bapaknya Para Nabi ini memohon kepada Allah akan keutamaan negeri Makkah. Dan doa beliau, tentu saja terkabul hingga Makkah dijuluki kota suci umat Islam untuk melaksanakan ibadah umrah maupun haji.
Bagaimana dengan kota Madinah? Ada petikan hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah Saw berdoa, yang artinya, “Ya Allah, limpahkanlah keberkahan berlipat ganda terhadap kota Madinah sebagaimana yang telah Engkau karuniakan terhadap kota Makkah,” (HR Bukhari dan Muslim)
Berkat doa Rasulullah Saw itulah, Makkah dan Madinah menjadi dua kota suci yang memiliki pahala tinggi jika kita beribadah di tempat tersebut. Kesuciannya melekat karena seluruh penduduk muslim dunia beribadah di Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi, tiada henti dan nyaris tak pernah sepi. Dua kota penuh sejarah ini menyisakan keluhuran nuansa religi, juga tempat yang menjadi tujuan mulia untuk dikunjungi.
Rasulullah bersabda dalam lain hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, “Shalat satu waktu di masjidku (Nabawi) adalah lebih utama daripada mengerjakan shalat sebanyak seribu kali di masjid lain—kecuali Masjidil Haraam,” (HR Bukhari dan Muslim)
Menyelami dua kota suci, setidaknya juga berusaha memahami arti dari Bulan Haraam (Dzulhijjah) yang pada tahun ini dimulai 6 Oktober. Dan saat ini, seluruh muslim penduduk bumi sedang khusyu’ berhaji. Semoga Allah senantiasa melindungi dan memabrurkan ibadah mereka.