REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) non-aktif Akil Mochtar dengan pasal tindak pidana korupsi.
Namun, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun melihat ada kemungkinan KPK akan juga menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Akil.
"Kita menganggap agak besar KPK untuk menggunakan pasal TPPU," kata Tama, saat dihubungi Republika, Rabu (9/10). Ia melihat kemungkinan itu dari proses penyitaan yang telah dilakukan oleh KPK. Pada Selasa (8/10), petugas KPK menyita tiga mobil milik Akil dan surat berharga yang nilainya berkisar di atas Rp 2 miliar.
Melihat penyitaan itu, Tama mengatakan, ada indikasi KPK akan menerapkan pasal TPPU kepada Akil. Karena ia melihat, KPK tentu tidak akan menyita sesuatu tanpa ada pertimbangan dan dasar argumentasi yang jelas. "Sulit untuk merelasikan harta yang disita jika hanya prinsipnya berkaitan dengan tindak pidana korupsinya saja," kata dia.
Tama mengatakan, nantinya pembuktian terbalik bisa digunakan dalam proses persidangan. Ia mencontohkan perkara Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo. Ia menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek simulator uji klinik roda dua dan roda empat di Korlantas Polri tahun anggaran 2011 dan TPPU. Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu harus membuktikan hartanya tidak berasal dari tindak pidana. "Kasus DS itu menjadi preseden yang baik ke depan," kata Tama.
Pakar Hukum Pidana UII Jogjakarta, Mudzakir, menilai kasus yang menyerat Akil harus dilihat lebih cermat. Ia mengatakan Akil tertangkap tangan saat diduga akan menerima suap. Ketika KPK hanya menemukan dugaan tindak pidana itu, maka ia menilai TPPU tidak bisa diterapkan. Apalagi, menurut Mudzakir, uang belum sampai ke tangan Akil. "Kalau tindak pidananya hanya pada tangkap tangan itu, tidak bisa dikenakan TPPU," kata dia.
Namun, Mudzakir mengatakan, apabila KPK menemukan ada dugaan suap lain sebelum peristiwa penangkapan, maka pasal TPPU bisa saja diterapkan. Ia mengatakan, hal itu bisa menjadi dasar untuk KPK melakukan penyitaan harta kekayaan Akil. Hanya jika tidak ada tindak pidana lain, Mudzakir menilai, harta Akil diasumsikan tidak berasal dari tindak pidana. "Harta sebelumnya diasumsikan, praduga tidak bersalah, itu halal," kata dia.