REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Saldi Isra mengatakan, kalau presiden ingin mengeluarkan Perppu tidak masalah. Sebab Perppu merupakan hak subjektif presiden, Kamis, (1010).
Kalau presiden ingin menghidupkan Perppu soal Komisi Yudisial (KY) yang bertugas mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK), dikhawatirkan akan dibatalkan MK lagi. "Putusan MK itu merupakan putusan hukum, jadinya Perppu dan putusan MK nanti bisa saling menegasikan," kata Saldi.
Menurut Saldi, daripada menghidupkan Perppu yang sudah dibatalkan MK, lebih baik melalui cara baru yakni hakim konstitusi harus diawasi lembaga eksternal. "Hakim konstitusi bisa diawasi Majelis Kehormatan Hakim yang disapih dari MK namun diletakkan di KY dan dijadikan institusi permanen," katanya.
Para hakim konstitusi ini, ujar Saldi, memang harus diawasi, apalagi sejak terkuaknya kasus Akil Mochtar. Dulu orang beramai-ramai mendorong sengketa pemilukada dipindahkan dari Mahkamah Agung (MA) ke MK karena mereka tidak percaya MA.
Sekarang, kata Saldi, MK juga mulai susah dipercaya. Makanya sistem di MK harus diperbaiki, hakim konstitusi perlu diawasi.
Terkait dengan putusan Akil perlu atau tidak dianulir, Saldi mengatakan, kalau dalam sengketa pemilukada ternyata kepala daerah yang dilantik terbukti melakukan suap, maka dia bisa dibatalkan demi hukum. Namun yang kalah dalam sengketa pemilukada jangan diangkat dan harus dilakukan pemilukada lagi.
"Memang pemilukada ulang menghabiskan banyak biaya. Namun sepahit apapun itu harus dilakukan untuk menegakkan sistem demokrasi agar tidak rusak," kata Saldi.