REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Penjualan hewan kurban pada tahun ini dinilai menurun dari tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah sapi lokal di daerah.
Kepala UPT Pasar Hewan Ambarketawang, Rudi Suryanto, mengatakan menurunnya penjualan sapi kurban disebabkan oleh menurunnya jumlah supply sapi yang masuk ke pasar hewan Ambarketawang.
"Sapi yang masuk menurun dari tahun lalu karena supply sapi lokal berkurang. Jumlah sapi impor yang ada belum ada dampaknya. Sehingga di Jabodetabek yang dulu menggunakan sapi impor, sekarang menggunakan sapi lokal," kata Rudi kepada Republika, Kamis (10/10).
Kondisi tersebut berimbas pada jumlah sapi lokal di daerah. Sehingga di DIY justru mengalami penurunan jumlah hewan kurban pada hari raya Idul Adha. Rudi menjelaskan jumlah sapi yang masuk pada tahun lalu mencapai 40 ribu ekor per tahun.
Namun, tahun ini jumlah sapi yang masuk diprediksi kurang dari 40 ribu ekor. Sementara itu, penjualan sapi kurban hari ini mencapai 53 persen atau 540 ekor sapi dari 606 ekor yang masuk. Pada tahun lalu, tercatat sebanyak 60-70 persen sapi terjual dari 700 ekor sapi yang masuk.
Penjualan sapi hari ini dinilai justru menurun dari penjualan pada minggu lalu yang mencapai hingga 60-70 persen. "Tertinggi presentase penjualannya pada 5 dan 15 September lalu yang mencapai 70 persen. Awal minggu penjualan ada 540 ekor, lalu menurun 327 ekor," jelasnya.
Pada hari normal, penjualan sapi di pasar hewan Ambarketawang mencapai 40-50 persen dari 400-500 ekor sapi yang masuk. Hewan kurban yang dijual berasal dari berbagai daerah di wilayah DIY serta Jawa Tengah, seperti Purworejo, Muntilan, Klaten, dan Kebumen.
Rudy mengatakan harga hewan kurban pun semakin meningkat menjelang Idul Adha. "Tapi yang paling banyak dicari kisaran harga Rp 13 juta- Rp 14 juta. Ya sapinya lebih kecil juga. Harga tertinggi Rp 20 juta -25 juta," katanya.
Ia menambahkan hewan kurban yang ada di pasar Ambarketawang dalam kondisi sehat serta telah diperiksa kesehatannya oleh petugas. Terkait dengan adanya sapi pemakan sampah, ia memastikan hewan-hewan tersebut mendapat makanan yang layak.
"Kalau di pasar kita tidak diberi makan seperti itu. Itu yang mengawai dari daerah asal apabila sapi itu dari wilayah lain," katanya.
Rudi mengatakan secara fisik, sapi pemakan sampah tidak berbeda dengan sapi-sapi lainnya. "Itu baru ketahuan kalau sudah diperiksa di laboratorium. Antisipasinya itu sudah ada larangan sapi makan sampah," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Suwandi Azis, mengatakan hingga saat ini tidak menemukan hewan kurban yang dicurigai mengidap penyakit.
"Penyakit yang perlu diwaspadai seperti antrax dan juga scabies atau kudis, karena sangat gampang menular. Apabila ada satu yang kena kudis, dengan cepat menular dan bisa menular ke manusia juga," katanya menjelaskan.
Apabila hal tersebut terjadi, hewan yang mengidap penyakit kudis harus diisolasi agar tidak menular dengan ternak lainnya. Untuk menjaga kesehatan, Azis juga mengimbau agar para pedagang menyediakan air minum yang cukup bagi ternaknya.