REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie menyerahkan sepenuhnya keputusan pemberian kewenangan pengawasan terhadap hakim MK bagi Komisi Yudisial (KY) kepada Pemerintah setelah sebelumnya sempat menyebut opsi tersebut bukan solusi terbaik.
"Ya (soal KY mengawasi hakim MK) terserah kepada Pemerintah," kata Jimly di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Kamis, saat ditanya tentang pendapat terakhirnya soal opsi pengawasan tersebut.
Jimly bahkan sempat sedikit memberi pendapat bernada mendukung, atas opsi pengawasan oleh KY terhadap hakim MK tersebut, dengan menyebutnya sebagai bentuk "check and balance" atau pengawasan dan penyeimbangan."Itu artinya ada 'check and balance' di negara kita, berarti MK ini ada pengawasnya," ujar dia.
Sebelumnya pada Selasa (8/10), Jimly sempat mengatakan bahwa pengawasan oleh KY terhadap hakim MK bukan solusi baik untuk menjaga lembaga peradilan tersebut bebas dari pelanggaran etik para hakimnya.
"Jadi (Pengawasan) Komisi Yudisial itu bukan solusi, karena risalah Undang-Undang Dasar 1945 itu menentukan bahwa kode etik itu tidak ada kaitannya dengan Mahkamah Konstitusi," kata Jimly usai memimpin sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta.
Saat pembentukan Komisi Yudisial, katanya, pengawasan terhadap MK sempat masuk dalam wewenang KY. Namun, hal itu ditolak oleh Komisi III DPR RI saat itu karena tidak sesuai dengan amendemen UUD 1945.
"Alasannya, Komisi Yudisial itu dari Majelis Kehormatan Mahkamah Agung yang dikeluarkan menjadi Komisi Yudisial namanya," katanya. Dia mengatakan yang paling diperlukan saat ini adalah pengawasan terhadap putusan-putusan MK.
"Jadi maksud pengawasan itu bukan soal etika, melainkan soal putusannya. Cara mengawasi putusan itu bisa dilakukan melalui upaya hukum, sedangkan kalau ada korupsi namanya tindak pidana korupsi," katanya.