REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dunia, sekitar 45 juta anak perempuan, tidak mengenyam pendidikan dasar.
Selain itu, anak perempuan juga rentan mengalami kekerasan, penganiayaan, penelantaran di rumah, sekolah dan lingkungan. Bahkan, dalam situasi bencana anak perempuan pun sangat rentan.
"Hasil penelitian kami menunjukkan, sangat sering anak dan remaja perempuan tidak memperoleh bantuan yang mereka butuhkan saat bencana," ujar Direktur Plan Regional Asia, Mark Pierce, di Hari Anak Perempuan Sedunia, Jumat (11/10).
Menurut Mark, perempuan merupakan salah satu kelompok yang paling rentan dalam situasi yang tidak kondusif. Oleh karena itu, tahun ini Plan membuat laporan difokuskan pada anak-anak perempuan dalam situasi bencana.
"Sebagai salah satu negara di dunia yang paling rentan bencana, masalah perempuan dalam situasi bencana ini harus jadi perhatian," katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, Plan membuat kampanye 'Because I Am A Girl.' Program ini, lebih menekankan pada upaya pengembangan dan peningkatan kehidupan anak-anak perempuan. Yakni, melalui pendidikan, pemberdayaan dan peningkatan keterampilan.
Kampanye ini, kata dia, akan berlangsung hingga 2016 dengan target 4 juta anak perempuan. Mereka, akan merasakan dampak langsung dari program tersebut.
Jadi, anak perempuan bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak perempuan, memegang kunci untuk menghentikan siklus kemiskinan yang turun menurun. Dampak pendidikan anak perempuan, sangat luar biasa.
"Sederhananya, kalau 10 persen anak perempuan di suatu negara bersekolah, maka PDB negara tersebut akan meningkat 3 persen," katanya.
Sementara menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, tahun ini sudah kedua kalinya peringatan hari anak internasional diperingati. Pada tahun lalu, Indonesia mengirimkan perwakilan ke PBB untuk merayakan Hari Perempuan Internasional.
"Kami berharap, dengan peringatan ini anak-anak perempuan bisa lebih kuat dan inspiratif. Agar terjadi kesetaraan antara anak perempuan dan laki-laki," katanya.