Sabtu 12 Oct 2013 02:08 WIB

6,4 Juta Penduduk di Indonesia Tuna Aksara

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dewi Mardiani
Buta aksara
Foto: blogger
Buta aksara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia, hingga saat ini masih belum terbebas dari buta huruf. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2012 penduduk di Indonesia yang tuna aksara sekitar 6,4 juta.

Angka ini, menurun bila dibandingkan 2004 yang mencapai 15,4 juta orang. Selain itu, disparitas antar provinsi pun menunjukkan kemajuan signifikan. Saat ini, hanya ada dua provinsi yang persentase tuna aksara orang dewasanya di atas 10 persen.

''Peringkat kita sebagai negara dengan tuna aksara terbanyak juga menurun. Pada 2012 kita peringkat 50. Tahun ini, turun pesat jadi peringkat 38 di 2013 dari 140 negara,'' ujar Wakil Menteri Bidang Kebudayaan, Windu Nuryanti di Peringatan Hari Aksara Internasional 2013, Jumat (11/10).

Menurut Windu, menurunnya peringkat Indonesia sebagai negara dengan tuna aksara terbanyak, tak terlepas dari pelayanan pendidikan di tingkat dasar, menenga dan tinggi. Selain itu, Indonesia terus melakukan berbagai inovasi. ''Kualitas pendidikan keseluruhan di Indonesia, bisa menurunkan jumlah tuna aksara secara rutin di Indonesia,'' katanya.

Bahkan, kata dia, strategi ketuna-aksaraan di Indonesia menjadi model contoh di berbagai negara. Misalnya Arab dan Afrika belajar ke Indonesia. Bahkan, Unesco menunjuk Indonesia sebagai lokasi program pembelajaran orang dewasa. ''Indonesia pun menjadi tempat peluncuran keaksaraan,'' katanya.

Dikatakan Windu, daerah yang rawan aksara berada di kawasan tertinggal dan terpencil. Karena kondisi geografis dan ekonomi, maka masyarakat yang tinggal di daerah tersebut kekurangan akses terhadap bacaan yang bermutu. ''Provinsi yang masih banyak tuna aksaranya terdapat di Papua dan Papua Barat. Kedua provinsi ini, nir-aksara,'' kata Windu.

Untuk memberantas buta huruf di kedua provinsi tersebut, menurut Windu, Kemendikbud berkoordinasi dengan pemerintah provinsi di kedua kawasan tersebut. Di antaranya, membuat penataan kelembagaan pendidikan non formal, memberikan apresiasi penghargaan setinggi-tingginya pada pejuang keaksaraan, gender, dan keragaman budaya. 

''Keaksaraan ini, menjadi isu strategis untuk menjawab tantangan nasional sebagai kunci untuk memungkinkan pembelajaran individu. Dengan mengenal aksara, akan memperkuat identitas nasional,'' katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement