REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang akan segera menertibkan sejumlah klinik kecantikan dan salon yang melayani perawatan dan obat- obat kecantikan secara medis. Sebab praktik layanan klinik dan salon kecantikan ini ditengarai menyimpang dari ketentuan medis yang dipersyaratkan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, dr Ani Rahardjo mengatakan, saat ini di wilayah Kabupaten Semarang marak bermunculan klinik dan salon kecantikan seperti ini.
Bukan tidak mungkin, banyak klinik atau salon yang belum melengkapi perizinan serta ketentuan penggunaan tenaga medis namun sudah membuka praktik dan melayani konsumen.
“Kami sedang menginventarisir sejumlah klinik kecantikan dan salon kecantikan yang melakukan pelayanan obat-obatan medis,” katanya di Ungaran, Senin (14/10).
Selain klinik dan salon kecantikan ini, masih kata Ani, pihaknya juga akan menertibkan gerai penjualan obat kuat yang juga mulai menjamur.
Tempat- tempat penjualan obat kuat ini juga disasar karena dikhawatirkan melakukan praktek medis atau pengobatan yang dapat membahayakan masyarakat.
Keberadaan klinik kecantikan atau penjual obat kuat harus mengantongi perizinaan. Karena dalam pelaksanaannya pelaksanaannya menggunakan cara-cara medis.
“Tanpa ada pengawasan, layanan ini dapat membahayakan masyarakat bila tidak dikelola oleh orang yang memang berkompeten dalam bidangnya,” tambahnya.
Setelah proses inventarisasi ini, masih kata Ani, pihaknya akan mulai melakukan tahapan pembinaan kepada para pelaku usaha ini. Sebab Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Semarang yang mengatur permasalahan tersebut baru saja disahkan pada tahun 2012 lalu.
“Kami baru melakukan pendataan dan sosialisasi tentang aturan yang ada, termasuk mendorong pengelola untuk mengurus perizinan serta pelayanan yang harus dilakukan,” tambahnya.
Terkait dengan ketentuan serta aturan ini juga diamini oleh Wakil Ketua Komisi D, DPRD Kabupaten Semarang, Said Riswanto. Menurutnya, pendirian klinik kesehatan, kecantikan, penjualan obat dan jamu sudah ada aturannya yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelayanan Kesehatan.
“Jangan sampai keberadaan bisnis ini justru membahayakan dan merugikan masyarakat karena kegiatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Said.