Rabu 16 Oct 2013 05:57 WIB

Belajar Ketaatan dari Nabi Ibrahim

Belajar Ketaatan dari Nabi Ibrahim

Ribuan jamaah haji berdoa di bukit Jabal Rahmah, saat melaksanakan ibadah wukuf di Arafah, Senin (14/10).  (AP/Amr Nabil)
Ribuan jamaah haji berdoa di bukit Jabal Rahmah, saat melaksanakan ibadah wukuf di Arafah, Senin (14/10). (AP/Amr Nabil)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Soraya Khoirunnisa Halim

Tanggal 10 Dzulhijjah adalah hari istimewa dimana Umat Muslim di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha. Pada hari tersebut Umat Muslim bersuka cita menikmati daging kurban.

Menikmati kelezatan daging yang kita santap seharusnya membuat kita teringat akan peristiwa luar biasa yang menjadi “cikal bakal” Hari Raya Idul Adha.

Hari Raya Idul Adha yang kita nantikan setiap tahunnya adalah hadiah besar dari Allah SWT atas keta’atan Nabi Ibrahim dan juga Isma’il. (QS. As-Shaaffaat:102-111) Hadiah besar yang diberikan Allah karena keta’atan paripurna dua makhluknya, namun berkah hadiah itu turut kita nikmati sampai sekarang.

Bertahun-tahun lamanya Nabi Ibrahim menantikan hadirnya seorang anak, sampai akhirnya Allah memberikan kabar gembira  dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. As-Shaaffaat: 101). Dialah Isma’il. Tentu tidak dapat dilukiskan bagaimana kegembiraan Nabi Ibrahim. Namun rupanya Allah menguji kecintaan dan keta’atan Ibrahim kepada-Nya.

Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan istri dan anaknya yang baru lahir di sebuah padang pasir gersang. Tidak ada tumbuhan, tidak ada air, apalagi makanan. Hati suami dan ayah mana yang tega meninggalkan orang yang dicintainya dalam keadaan seperti itu.

Namun Subhanallah, Nabi Ibrahim menjalankannya. Pun dengan istrinya Siti Hajar. Dia ikhlas ditinggalkan suami di padang pasir gersang tersebut. Hanya dia dan anaknya. Siti Hajar yakin, bahwa Allahlah yang menjamin kehidupannya dan anaknya. Juga kehidupan seluruh manusia di muka bumi ini.

Demikianlah, Allah mengganti ketaatan dan pengorbanan Siti Hajar dengan berkah yang luar biasa besar. Padang pasir gersang menjadi daerah subur penuh kekayaan alam. Didatangi oleh beratus-ratus juta jamaah setiap tahunnya. Air Zamzam yang tidak pernah kering. Itulah hadiah keta’atan Siti Hajar. Berkahnya masih kita rasakan sampai sekarang.

Dengan kekuasaan-Nya, Allah kemudian mempertemukan Ibrahim dengan putra tercintanya, Ismail. Rasa rindu yang luar biasa terbayar sudah melihat anaknya Ismail telah tumbuh menjadi remaja yang saleh. Bahagia sekali rasanya hidup bersama lagi dengan istri dan anak yang dicintainya. Namun rupanya ujian keta’atan belum usai.

Melalui mimpi, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri. Ismail yang begitu dicintainya. Tatkala Ibrahim menceritakan mimpinya kepada Ismail, Ismail menjawab dengan jawaban yang luar biasa. “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, InsyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS. As-Shaaffaat:102) Jawaban yang memberitahu kita seberapa besar ketaatan Isma’il kepada Allah.

Maka ketika Ibrahim mulai melaksanakan apa yang diperintahkan Allah melalui mimpinya, maka pada saat itulah Allah menebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Peristiwa inilah yang menjadi dasar disyari’atkannya qurban yang dilakukan pada hari raya haji.

Itulah hadiah besar Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ismail atas keta’atan mereka. Hadiah yang turut kita nimati sampai saat ini. Maka, pada Hari Raya Kurban ini, hendaklah kita juga belajar ketaatan Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan juga Nabi Ismail.

Sehingga Idul Adha yang kita rayakan setiap tahun tidak hanya berlalu begitu saja. Sekedar berlalu dengan menikmati daging kurban. Namun juga menambah ketaatan kita kepada Allah. Itulah hikmah terbesar daripada Idul Adha. Wallahua’lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement