REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Risiko gagal bayar utang Amerika Serikat (AS) diprediksi tidak akan berdampak pada perbankan di Indonesia. Dampak dari kegagalan AS membayar utang akan dirasakan oleh pasar modal dan obligasi, termasuk obligasi pemerintah.
"Perbankan tak akan pengaruh apa-apa," ujar Presiden Direktur PT Bank Central Asia, Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, Rabu (16/100).
Menurutnya, risiko gagal bayar utang di AS belum pernah terjadi. Namun, dampak jangka panjangnya baru akan terasa saat keputusan tersebut berlaku.
"Kita tunggu 17 Oktober. Kalau kecepatan antisipasi bisa salah juga," ujar dia.
Hingga kini, pemerintahan AS masih ditutup. Partai Republik dan Demokrat masih belum mencapai kesepakatan untuk mendanai pemerintah dan meningkatkan pagu utang 16,7 triliun dolar AS.
Padahal, Menteri Keuangan AS Jacob Lew telah berulang kali memperingatkan bahwa pada 17 Oktober pemerintah tidak akan memiliki lebih banyak ruang untuk meminjam di bawah pagu untuk menutupi defisit federal, dan karena itu tingkat kas Departemen Keuangan akan menjadi kecil 30 miliar dolar AS.