REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN mempertanyakan penerapan program pengaturan konsumsi BBM bersubsidi antara penggunaan kartu pembelian noncash dengan sistem radio frequency identification (RFID) karena sejauh ini masih belum jelas betul implementasi dan kegunaannya.
"Saya sudah minta Deputi Industri Strategis Kementerian BUMN agar berkomunikasi dengan Eselon I Kementerian ESDM untuk mencari informasi detil soal penggunaan kartu subsidi BBM tersebut," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, usai menggelar Rapat Pimpinan Kementerian BUMN, di Kantor Pusat Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/10).
Menurut Dahlan, antara kartu BBM dan RFID masih belum jelas penggunaannya karena keduanya dinyatakan sama-sama merupakan alat untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi.
"Ada yang menyebutkan membeli BBM bersubsidi cukup dengan kartu BBM, tapi di sisi lain saat ini juga diterapkan dengan sistem pemasangan RFID di setiap kendaraan," ujarnya.
Dengan demikian, perlu diklarifikasi mana yang akan dilayani apakah pemilik kartu BBM atau RFID.
"Apakah pemilik kartu BBM tidak perlu lagi dipasangi RFID, atau apakah kartu BBM itu hanya sebatas pembayaran (debit) saja?" tegas Dahlan.
Untuk pemasangan RFID, pemerintah mempercayakan kepada PT INTI (Persero), yang hingga kini sudah ada sekitar 263 SPBU di DKI Jakarta yang sudah diinstal RFID.
Selanjutnya, pihaknya akan melakukan uji coba penerapan sistem tersebut untuk wilayah Jawa-Bali, pada awal 2014. Sementara penerapan sistem RFID untuk seluruh Indonesia, tetap menargetkan rampung pada Juli 2014.
Menurut Dahlan, secara korporasi Pertamina dan INTI siap menuntaskan program pemasangan dan pengadaan alat RFID.
"Tetapi harus dipertegas sejak sekarang, masing-masing kedua sistem tersebut. Jangan sampai target kita menggunakan RFID, tapi ada sistem lain yang juga harus dilayani," ujarnya.