REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) - Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dinilai mampu menyosialisasikan seluruh kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta melalui media dengan baik.
"Masyarakat mengerti kebijakan pemerintah dan mengkritisi bila ada yang kurang. Sinergi ini terlihat dengan baik dalam setahun pemerintahan Jokowi," ujar Rustika Herlambang direktur komunikasi Indonesia Indicator (I2) menanggapi kinerja setahun Jokowi-Ahok memimpin DKI Jakarta, Kamis (17/10).
I2 adalah lembaga riset berbasis piranti lunak Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis fenomena politik, ekonomi, sosial di Indonesia melaluipemberitaan (media mapping).
Menurut Rustika, Januari hingga Juni 2013 merupakan masa terberat bagi Jokowi-Ahok memimpin Ibu Kota Republik Indonesia. Sebab, kata dia, program-program yang digulirkan Jokowi-Ahok sudah mulai berjalan dan menghadapai persoalan atau konflik.
''Dalam menjalankan kebijakan ternyata tidak pernah berjalan mulus. Ada pro adakontra. Di sinilah seorang pemimpin diuji dalam bersikap. Hasilnya, setahun kepemimpinan Jokowi-Ahok menghasilkan sentimen positif dalam persepsi media," ungkap Rustika.
Kesimpulan itu, papar Rustika, tecermin dari perkembangan pemberitaan dari bulan ke bulan melalui media yang meliput setiap kebijakan yang diluncurkan pemerintahan Jokowi-Ahok. Program-program itu, kata dia, antara lain Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta Pintar (KJP), penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL), penanganan banjir melalui pembenahan waduk, rumah susun, serta rencana transportasi masal, antara lain; MRT, Jakarta Monorail, dan TransJakarta.
Rustika mengungkapkan, potret kinerja pemerintahan melalui program-program tersebut telah diukur oleh Indonesia Indicator (I2). Menurut dia, I2 melakukan monitoring secara real time, 24 x 7 x 365 hari dengan cakupan337 media online nasional dan daerah dalam waktu setahun, yakni 16 Oktober 2012-15 Oktober 2013 pukul 12.30 Wib. Metode pengumpulan, kata dia, dilakukan oleh perangkat lunak crawler (robot) secara otomatis dengan analisis berbasis AI, semantik, dan text mining.
Sepanjang setahun terakhir, papar Rustika, persoalan terbesar yang banyak ditulis oleh media adalah kemacetan dan banjir. Menurut dia, dari 34.656 jumlah pemberitaan tentang Jakarta, kemacetan menempati porsi 26 persen seluruh pemberitaan, lalu disusul banjir sebanyak 21 persen. Sementara itu, persoalan yang meresahkan lainnya melingkupi PKL (16,8 persen), Tawuran (5,4 persen), sampah (16,9 persen), dan premanisme (12,6 persen).
''Mengenai hotspot (wilayahpanas) di DKI, Tanah Abang merupakan isu terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya,'' ungkap Rustika. Sementara itu, program kebijakan Pemprov DKI selama setahun terakhir, pemberitaan Transportasi Jakarta menempatiposisi tertinggi disusul masalah PKL.
Kartu Jakarta Pintar 3 persen
Kartu Jakarta Sehat 13 persen
Rusun Jakarta 16 persen
Waduk Jakarta 18 persen
PKL Jakarta 22 persen
Transportasi Jakarta 28 persen
''Program Kartu Jakarta Sehat, meski secara posisi hanya menempati 13 persen, justru menjadikan problem yang hampir mendatangkan interpelasi DPRD DKI pada bulan Mei - yang mengakibatkan sentimen negatif tinggimencapai 37 persen,'' tutur Rustika.
Sebulan kemudian, KJS dievaluasi, sempat ada masalah salah cetak akibat data yang diambil karena tidak berkoordinasi dengan RT/RW. Dan akhirnya, lanjut dia, pada bulan September Badan Kesehatan Dunia WHO menilai pelaksanaan KJS sukses. "Sentimen negatif menurun menjadi 15 persen. SementaraKartu Jakarta Pintar (KJP) relatif tidak memiliki problem yang besar."
Rustika menambahkan, penataan waduk yang dilakukan Jokowi merupakan persoalan yang kompleks. Sebab, kata dia, hampir setiap ada relokasi pasti mendatangkan masalah, baik di Pluitmaupun di Ria Rio. Bulan Mei, kata dia, pada saat relokasi waduk pluit ada masalah dalam hal komunikasi hingga ada indikasi pelanggaran HAM, menurut Komnas HAM.
Namun, menurut Rustika, hal itu kembali diselesaikan dengan baik ketika Jokowi bertemu muka dengan Komnas HAM. Demikian pula terkait masalah rumah susun, Jokowi dibanjiri dengan berbagai masalah mulai dari fasilitas untuk korban banjir, relokasi warga dari penggusuran, dan hibah rusun dari Kementerian Pekerjaan Umum yang dalam kondisi tak terawat.
"PKL juga merupakan persoalan pelik. Sejak bulan Mei pemprov mulai menindak tegas parkir liar dan PKL. Penataan PKL Tanah Abang merupakan problem terbesar yang menempati perhatian media. Berbagai perselisihan terjadi dan akhirnya berangsur damai. Jokowi selalu memberikan solusi," papar Rustika.
Sementara itu, terkait masalah transportasi massal, kata Rustika, publik menanti gebrakan dari pemerintahan terbaru ini. Pembangunan Monorel yang pernah mangkrak lima tahun lalu menjadi salah satu fokusnya. Saat Monorel Jakarta tersandung kelengkapan dokumen di bulan Maret, Jokowi memperhatikan persoalan yang terjadi.Akhirnya, MRT dan Monorel Jakarta melakukan pembangunan kembali tepat satu tahun Jokowimemerintah Jakarta.
Rustika menegaskan, ekspose media padaa khirnya mendorong popularitas program-program DKI, sehingga penerimaan program (akseptabilitas) menjadi mudah, apalagi programnya populis dan disampaikan secara masif. Gejolak dan masalah di lapangan menjadi mudah terselesaikan karena media bisa memberikan informasi langsung tentang solusi Jokowi.
''Popularitas Jokowi sebagai media darling sepertinya memengaruhi para penentang program Jokowi, seperti terjadi pada kasus KJS di bulan Mei. Meski demikian kritik tetap diperlukan sebagai kontrol publik,'' cetusnya.
I2 mencatat popularitas program DKI ternyata mengalahkan ekspose program nasional serupa. Ekspose KJS lebih tinggi dari ekspose Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Program KJP dalam waktu tertentu melebihi program besar nasional bernama BOS (BantuanOperasionalSekolah). Program Rusun Jakarta mengalahkan ekspose program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kementerian Perumahan Rakyat.
"Pada akhirnya, sukses pengelolaan kebijakan publik yang disosialisasikan lewat media, seperti yang dilakukan pemerintahan Jokowi-Ahok, bisa menjadi contoh bagi Pemerintah Provinsi lain, bahkan Pemerintahan Nasional,'' cetus Rustika.