REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Yogyakarta, Kamis malam, menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi atau Perppu MK.
Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto di Istana Kepresidenan Gedung Agung dengan didampingi oleh Mensesneg Sudi Silalahi dan Wakil Menhukham Denny Indrayana.
"SubstanSi inti dari PerpPu MK yang baru ditandatangani Presiden ada tiga hal utama yaitu penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi," katanya.
Menurut Djoko, melalui substansi pertama maka untuk mendapatkan hakim konstitusi yang makin baik, syarat hakim konstitusi sesuai pasal 15 ayat (2) huruf i ditambah dengan, "tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi".
"Substansi dua, ... adalah respons dari opini publik yang berkembang selama ini," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan Perppu MK itu mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sesuai dengan harapan dan opini publik yang tercantum dalam pasal 19 UU MK.
"Untuk itu sebelum ditetapkan oleh Presiden, pengajuan calon hakim konstitusi oleh MA, DPR dan Presiden, terlebih dahulu dilakukan proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh panel ahli yang dibentuk oleh Komisi Yudisial," katanya.
Panel ahli itu, kata Djoko, terdiri dari satu orang diusulkan oleh Mahkamah Agung, satu orang diusulkan oleh DPR, satu orang diusulkan oleh Presiden dan empat orang yang dipilih oleh Komisi Yudisial berdasarkan usulan masyarakat yang terdiri atas mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi di bidang hukum dan praktisi hukum.
Sedangkan substansi ketiga, kata Menko Polhukam merujuk pada perbaikan sistem pengawasan yang lebih efektif yang dilakukan dengan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen dan tetap menghormati independensi hakim konstitusi.
Oleh karena itu, tambah Djoko, MKHK dibentuk oleh Komisi Yudisial dan MK dengan susunan keanggotaan lima orang yang terdiri dari satu orang mantan hakim konstitusi, satu orang praktisi hukum, dua orang akademisi yang salah satu atau keduanya berlatar belakang di bidang hukum dan sati orang tokoh masyarakat.
Pembentukan Perppu MK itu merupakan salah satu langkah penyelamatan yang mengemuka dalam pertemuan dengan para pimpinan Lembaga Negara di Kantor Presiden 5 Oktober 2013 lalu untuk membantu penyelamatan institusi MK pascatertangkapnya Ketua MK Non-Aktif Akil Mochtar oleh KPK.
Pada awal pekan ini Presiden Yudhoyono telah menyampaikan melalui akun jejaring sosialnya @SBYudhoyono bahwa ia akan menandatangani Perpu MK itu dalam dua hari mendatang.