REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 perubahan kedua UU 24/2003 tentang MK. Perppu tersebut ditujukan sebagai upaya penyelamatan kredibilitas lembaga MK yang akan mengadili sengketa Pemilu 2014.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan, terdapat tiga poin penting dalam Perppu. Pertama, penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi. Syarat baru adalah tidak boleh menjadi anggota parpol paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai hakim MK.
Kedua, memperjelas mekanisme dan seleksi pengajuan hakim konstitusi disempurnakan dengan memperkuat prinsip transparansi. Hal itu untuk menjawab harapan dan opini publik.
Sehingga, sebelum ditetapkan oleh Presiden, dalam pengajuan calon hakim konstitusi dilakukan dulu proses fit and proper test oleh panel ahli. Susunannya dibentuk oleh perwakilan Komisi Yudisial, beranggotakan tujuh orang.
"Satu diusulkan Mahkamah Agung, DPR, pemerintah, dan empat dipilih KY (Komisi Yudisial) berdasarkan usulan masyarakat, terdiri mantan hakim MK, tokoh masyarakat, dan praktisi hukum dan akademisi," ujar Djoko di Gedung Agung, Yogyakarta, Kamis (17/10) malam WIB.
Ketiga, lanjut Djoko, dilakukan perbaikan sistem pengawasan hakim MK. Caranya adalah membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) dibentuk bersama oleh MK dan KY, dengan susunan, satu mantan hakim MK, satu praktisi hukum, akademisi, dan tokoh masyarakat.
MKHK nantinya dapat bekerja dengan berkantor di gedung KY. "Pembentukan MKHK dengan tetap mempertahankan independensi hakim konstitusi dalam memutus perkara," kata mantan panglima TNI itu.