REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono mengharapkan anggota Majelis Kehormatan MK yang akan ditetapkan secara permanen melalui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Presiden, tidak hanya mencari panggung politik.
"Kalau yang kita sepakati anggota Majelis Kehormatan MK minimal berusia di atas 62 tahun. Kalau sudah tua kan kemungkinan tidak mencari panggung (politik)," kata Harjono di Gedung MK, Jakarta, kemarin malam.
Dia mengatakan jika mengacu pada Majelis Kehormatan Komisi Yudisial yang selama ini dipilih DPR, biasanya beranggotakan orang muda di bawah usia 50 tahun. "Jika mengacu pada Majelis Kehormatan KY yang dipilih DPR selama ini dibawah usia 50 tahun, itu umur muda cenderung hanya mencari panggung, karena mengawasi MK ini 'prestis' (kebanggaannya) tinggi banget," katanya.
Meski demikian, Harjono mengatakan pihaknya masih akan melihat terlebih dulu sikap DPR terhadap Perppu tersebut, sebelum mempersiapkan segala sesuatunya. "Kami lihat dulu konkretnya. Tunggu DPR. Jangan kita siapkan segala sesuatunya justru ditolak DPR, kan percuma," katanya.
Sementara itu Harjono mengatakan MK tetap akan membentuk Majelis Pengawas Etik, untuk berjaga-jaga apabila Perppu ditolak DPR. "Majelis Pengawas Etik tetap kita bentuk, sehingga kalau Perppu ditolak DPR, MK tetap memiliki pengawasan," kata dia.
Sebelumnya, pada Kamis (17/10) malam di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Menko Polhukam Djoko Suyanto, membacakan Perppu MK yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perppu itu berisi tentang tiga hal utama yakni penambahan persyaratan hakim konstitusi, mekanisme pengajuan hakim konstitusi dan perbaikan pengawasan Mahkamah Konstitusi.
Beberapa butir Perpu MK mengatur antara lain terkait pembentukan Majelis Kehormatan MK yang tadinya "ad hoc" menjadi permanen, serta pembentukan panel ahli oleh Komisi Yudisial untuk menguji calon hakim konstitusi ke depannya.