REPUBLIKA.CO.ID, Perkenalan Farieda Amatullah dengan Islam cukup unik. Ia seorang penulis buku. Suatu ketika, ia menulis tentang Timur Tengah. Sebelum itu, ia harus menjalani riset terlebih dahulu.
"Ini menjadi bagian yang tersulit. Ketika menulis buku ini, saya merasa berada di dua kaki. Yakni, dunia Barat dan Islam," kenang dia seperti dikutip Onislam.net, Jumat (18/10).
Yang ia ketahui selama riset, dunia Barat memandang Islam sebagai hal yang jahat, korup dan berbahaya. Padahal tidak benar. Islam itu bermakna penyerahan diri kepada Tuhan. "Saya sangat tersentuh dengan kedalaman dan intensitas spiritual umat Islam," kata dia.
Secara peralahan apa yang ditelitinya itu mengubah pola pikir Farieda. Musik pink dan Gothic yang semulai membuatnya tenang tak lagi nikmat didengarkan. Pakaian ketat yang selama ini dipakainya ia ganti dengan gaya berbusana yang lebih sopan.
"Aku mulai jatuh cinta kepada Islam, tapi sebagian hatiku masih marah dengan itu," kata dia.
Suatu hari, ia mengunjungi perpustakaan di Belanda. Ia temukan sebuah rak berisi buku-buku tentang Muslimah. Keras hati ia menolaknya, tapi keingintahuan Farieda membuatnya menyambangi rak buku itu. Ia ambil salah satu buku, ternyata bertuliskan bahasa Arab.
Ia merasa heran dengan penggunaan bahasa Arab itu. Kesan yang ia dapat, umat Islam itu terlalu eksklusif. "Apakah saya tidak diperkenankan menjadi Muslim hanya karena tidak bisa berbahasa Arab," tanya dia.
Pertanyaan itu terjawab, ketika ia membaca berbagai buku. Ia menyadari banyak hal yang belum diketahui, termasuk soal bahasa Arab dan Islam. Sejak itu, ia merasa tidak enak makan, minum dan kurang tidur. "Aku ingat, aku tidur lalu terbangun dan aku berseru kepada diriku sendiri. Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah," kenang dia
Namun, kalangan terdekatnya menolak keinginannya menjadi Muslim. Mereka mengatakan Islam merupakan hal yang buruk. Tapi itu tidak mempengaruhi keyakinannya itu. Ia pun memutuskan menjadi Muslim.
Reaksi seluruh keluarga aga kaku. Perlahan, kesan positif pun muncul. Meski masih ada pertanyaan dari pihak keluarga. "Saya pikir ini merupakan langkah positif. Saya sangat bersyukut kepada Allah karena keluarga melihat banyak perubahan yang dialami saya," kenang dia.
Setelah urusan keluarganya mereda, Farieda mulai mendalami pengetahuan tentang Islam. Ia mulai membenahi dirinya guna melaksanakan ajaran Islam. "Ketakutan saya terbesar adalah tidak diterima. Saya tidak dapat mengubah masa lalu, dan saya tidak dapat mengubahnya. Yang bisa saya lakukan adalah menjadi Muslim yang baik dan memberikan dampak positif kepada orang lain," ucapnya.